Skip to content

emka.web.id

Menu
  • Home
  • Indeks Artikel
  • Tutorial
  • Tentang Kami
Menu

Apakah China ada Peternakan Panda?

Mungkin sulit dipercaya, namun panda, hewan berbulu tebal yang menggemaskan, pernah menjadi mangsa bagi manusia di China. Kisah ini bukan sekadar catatan sejarah purba, melainkan kejadian yang relatif baru terjadi. Panda, dengan penampilannya yang seperti boneka hidup, memiliki kemampuan bertahan hidup yang unik dan ironis.

Secara anatomis dan taksonomi, panda adalah karnivora. Namun, ironisnya, 99% makanannya adalah bambu, tumbuhan berserat tinggi dan minim nutrisi. Sistem pencernaan panda tidak dirancang untuk mencerna bambu secara efisien. Akibatnya, mereka harus makan hingga 14 jam sehari, mengunyah bambu terus-menerus agar tidak kelaparan. Panda seolah memaksakan diri menjadi vegetarian, padahal sistem pencernaannya tetap seperti pemangsa.

Kondisi ini membuat panda terus makan dan buang air besar hingga 40 kali sehari, namun tetap kekurangan energi. Akibatnya, panda menjadi sangat hemat energi dalam bergerak. Jika ada predator, panda kemungkinan besar tidak akan mampu melarikan diri karena kelelahan dan kekurangan energi. Masa subur panda betina juga sangat singkat, hanya 2-3 hari dalam setahun. Jika berhasil hamil, panda betina biasanya melahirkan dua anak, namun hanya merawat satu anak, sementara yang lainnya dibiarkan begitu saja. Bayi panda lahir dalam keadaan buta, botak, dan sangat kecil, hanya 1/900 dari ukuran tubuh induknya, dengan risiko kematian yang sangat tinggi.

Namun, di balik semua kekurangan tersebut, manusia justru jatuh cinta pada kelemahan panda. Upaya konservasi besar-besaran terus dilakukan, mulai dari pusat penangkaran, pelestarian habitat, hingga pembangunan taman nasional khusus panda. Panda merupakan hewan endemik dari China, khususnya panda raksasa (Ailuropoda melanoleuca). Meskipun statusnya kini "Rentan punah", mereka pernah berada dalam status "Terancam punah" selama puluhan tahun.

Selain perilaku aneh yang mengancam kelangsungan hidup spesies ini, keterlibatan manusia juga memperburuk keadaan. Sekitar 99% makanan panda adalah bambu, dan hanya beberapa jenis bambu yang mereka konsumsi. Jika siklus bambu terganggu, panda dapat mengalami kelaparan massal karena tidak memiliki alternatif makanan lain. Habitat asli mereka adalah hutan bambu pegunungan seperti di Chengdu, Sichuan, Shaanxi, dan Gansu.

Deforestasi dan fragmentasi hutan bambu akibat pembangunan infrastruktur, area pertanian, area industri, dan penebangan liar membuat habitat alami dan sumber makanan panda liar menyusut drastis. Perubahan suhu global juga memengaruhi daerah tumbuhnya bambu dan menyebabkan distribusinya bergeser ke tempat yang tidak dapat dijangkau oleh panda. Panda tidak mudah beradaptasi dengan cepat dan sulit berpindah ke habitat baru. Selain itu, polusi dan kebisingan yang disebabkan oleh manusia juga mengganggu pola hidup alami panda.

Namun, ancaman terhadap populasi panda tidak berhenti di situ. Panda raksasa dulunya merupakan sumber daging penting bagi nenek moyang orang-orang China. Huang Wanbo, seorang peneliti dari Institut Paleontologi Vertebrata dan Paleoantropologi Akademi Ilmu Pengetahuan Tiongkok, menemukan bahwa manusia purba di wilayah Tiga Ngarai pernah memburu dan memakan panda raksasa. Pada tahun 2001, Huang Wanbo melakukan penggalian arkeologi di kawasan waduk Tiga Ngarai dan menemukan banyak fosil mamalia, termasuk panda raksasa, serta alat batu dan fosil gigi manusia purba. Berdasarkan penelitian tersebut, Huang meyakini bahwa kelompok manusia purba yang disebut "Manusia Fengji" pernah mengonsumsi hewan-hewan tersebut, termasuk panda raksasa.

Di wilayah Barat daya China, daging panda juga menjadi salah satu sumber makanan bagi beberapa kelompok etnis minoritas, seperti suku Yi. Daging panda juga merupakan bahan obat tradisional untuk mengobati diare. Catatan dari beberapa buku pengobatan suku Yi menyebutkan penggunaan daging panda yang dimasak untuk mengobati diare berkepanjangan, dengan sifat netral dan rasa asam manis yang dipercaya memperkuat tubuh.

Namun, perilaku mengonsumsi daging panda telah dihentikan sejak awal tahun 1960-an, ketika pemerintah China melarang perburuan panda. Pada akhir tahun 1980-an, panda dimasukkan dalam kelompok satwa yang dilindungi oleh undang-undang. Namun, larangan ini tidak sepenuhnya menghentikan perburuan panda. Dari tahun 1982 hingga 2016, tercatat 78 kasus perburuan panda yang berhasil diproses secara hukum. Namun, Biro Kehutanan Provinsi Sichuan menyebutkan bahwa ada ratusan kasus yang sebenarnya telah terjadi dan sebagian tersangka berhasil lolos dari jeratan hukum.

Obsesi terhadap panda terletak pada daging, tulang, dan kulitnya. Daging panda diyakini dapat membangkitkan energi tertentu di dalam tubuh, sementara serbuk tulangnya dipercaya dapat meningkatkan kekuatan fisik. Kulit panda juga dihargai sangat mahal di pasar gelap. Meskipun telah dilindungi oleh undang-undang, masih ada beberapa orang yang mengambil risiko. Pada tahun 2016, seorang pria dari Zhaotong-Yunnan menembak seekor panda, mengulitinya, dan menjual dagingnya. Ia menyimpan kulitnya dan menjual sekitar 35 kg daging panda dan 4 kaki panda. Tersangka akhirnya dijatuhi hukuman 13 tahun penjara.

Tahun 2016 tampaknya menjadi tahun terakhir kasus perburuan panda. Setelah itu, cerita tentang panda adalah tentang pelestarian, konservasi, dan perlindungan yang terus ditingkatkan. Upaya perlindungan terhadap panda sebenarnya sudah dimulai sejak tahun 1987, diawali dengan berdirinya Pusat Penelitian dan Penangkaran Panda Raksasa di Chengdu. Lembaga ini bermula dari 6 panda raksasa yang diselamatkan dari alam liar dalam kondisi sakit dan kelaparan. Tujuan utamanya adalah melindungi spesies yang terancam punah ini dan memperkuat populasinya melalui pembiakan di penangkaran. Seiring waktu, pusat ini berkembang menjadi lembaga penelitian kelas dunia dengan lebih dari 100 panda raksasa yang hidup di dalamnya. Tempat ini juga menjadi destinasi wisata populer, menarik pengunjung dari seluruh dunia yang ingin melihat langsung kehidupan panda dan mendukung upaya konservasi.

Untuk melindungi habitat alami panda, China telah membangun 67 cagar alam yang tersebar di berbagai wilayah. Langkah monumental lainnya adalah pendirian Taman Nasional Panda Raksasa pada Oktober 2021, yang mencakup area seluas lebih dari 22.000 km². Taman ini memberikan perlindungan signifikan bagi sekitar 72% populasi panda raksasa liar di China. Pada November 2023, China meresmikan Pusat Konservasi dan Penelitian Panda Raksasa Nasional yang juga terletak di Chengdu. Pusat ini mengintegrasikan sumber daya dari berbagai lembaga dan menjadi platform kelas dunia untuk pertukaran dan kerjasama penelitian panda raksasa. Dengan dukungan dana awal sebesar 110 juta Yuan, pusat ini berfokus pada perlindungan populasi panda liar dan peningkatan keberagaman genetik populasi penangkaran.

Perjalanan panda dari ambang kepunahan menuju keberhasilan konservasi adalah bukti nyata bahwa dengan dedikasi, kolaborasi, dan inovasi, manusia dapat memperbaiki kesalahan masa lalu dan menciptakan masa depan yang lebih baik bagi makhluk hidup lainnya.

Artikel Diperbarui pada: 27 May 2025
Kontributor: Syauqi Wiryahasana
Model: Haifa Manik Intani
Seedbacklink

Recent Posts

TENTANG EMKA.WEB>ID

EMKA.WEB.ID adalah blog seputar teknologi informasi, edukasi dan ke-NU-an yang hadir sejak tahun 2011. Kontak: kontak@emka.web.id.

©2024 emka.web.id Proudly powered by wpStatically