
Pada Februari 1984, dunia antariksa menyaksikan salah satu misi paling berani dalam sejarah penjelajahan ruang angkasa. Joseph P. Allen, seorang astronaut NASA, menjadi manusia pertama dan satu-satunya yang "bergulat" dengan satelit di luar angkasa. Sebelum momen epik ini, Allen juga mencatatkan namanya sebagai salah satu dari sedikit manusia yang pernah melayang bebas di ruang angkasa, hanya mengandalkan jetpack bernama Manned Maneuvering Unit (MMU). Misi ini bukanlah sekadar petualangan biasa, melainkan sebuah operasi penyelamatan satelit yang menunjukkan keberanian dan kecerdikan manusia di era awal penerbangan antariksa. Kisah ini dimulai dari peluncuran dua satelit komunikasi, Palapa B2 dan Westar 6, yang gagal mencapai orbit yang diinginkan karena kerusakan teknis, meninggalkan aset bernilai jutaan dolar dalam posisi yang salah di luar angkasa.
Misi penyelamatan ini terjadi pada masa ketika NASA berada di puncak ambisinya. Pada 1980-an, program pesawat ulang-alik NASA mendorong batas-batas teknologi dan eksplorasi. MMU, sebuah sistem propulsi mirip jetpack, dirancang untuk memungkinkan astronaut bermanuver di luar angkasa tanpa tali pengaman, sebuah terobosan yang mengesankan sekaligus menakutkan. Dalam uji coba pertamanya, astronaut Bruce McCandless berhasil mengabadikan momen bersejarah: melayang bebas di atas Bumi, tanpa ikatan fisik dengan pesawat ulang-alik. Foto ikonis ini mencerminkan keberanian manusia menjelajahi wilayah yang belum pernah dijamah, namun juga menggambarkan kerentanan seorang individu di hadapan luasnya alam semesta. Namun, misi ini bukan hanya tentang uji coba teknologi; peluncuran Palapa B2 dan Westar 6 menjadi titik awal dari drama yang tak terduga.
Kegagalan peluncuran satelit dimulai ketika modul bantuan muatan (Payload Assist Module) yang bertugas mendorong satelit ke orbit geostasioner gagal berfungsi. Nosel mesin terlepas saat pembakaran, menyebabkan satelit terjebak di orbit elips yang jauh lebih rendah dari yang direncanakan, antara 150 hingga 600 mil di atas Bumi, bukannya 22.000 mil seperti yang diharapkan. Bagi pemilik satelit, ini adalah bencana finansial. Di era itu, satelit adalah aset yang sangat mahal dan jarang, sehingga kegagalan ini memicu intervensi dari Lloyd’s of London, pasar asuransi global yang telah berdiri sejak 1688. Lloyd’s, yang terkenal mengasuransikan aset bernilai tinggi seperti kapal Titanic hingga suara Mariah Carey, membayar klaim sebesar 180 juta dolar AS—kerugian asuransi antariksa terbesar pada masanya. Namun, alih-alih menerima kerugian, para penjamin asuransi ini melihat peluang untuk memulihkan investasi mereka.
Para penjamin asuransi, kini menjadi pemilik sah kedua satelit yang terlantar, menyadari bahwa satelit-satelit tersebut masih berfungsi meski berada di orbit yang salah. Menempatkannya kembali ke orbit yang benar bukanlah pilihan, tetapi menjualnya dengan harga lebih rendah tetap bisa mengembalikan sebagian dana yang hilang. Tantangannya adalah bagaimana mengambil satelit dari luar angkasa. Steven Merritt, salah satu penjamin, menghubungi NASA dengan tawaran menarik: Lloyd’s bersedia membiayai misi penyelamatan senilai 10 juta dolar AS untuk mengambil satelit dan membawanya kembali ke Bumi. NASA, yang ingin memamerkan kemampuan pesawat ulang-alik dan MMU, menerima tantangan ini. Misi ini menjadi ujian nyata bagi teknologi dan keberanian astronaut, sekaligus menunjukkan kolaborasi unik antara dunia bisnis dan eksplorasi antariksa.
Untuk misi ini, NASA melatih dua astronaut, Joseph Allen dan Dale Gardner, untuk menggunakan MMU dan alat baru bernama Apogee Capture Device, atau "Stinger," yang dirancang untuk mengait satelit. Rencananya, astronaut akan mendekati satelit, memasukkan Stinger ke dalam nosel pendorong satelit, lalu mengunci dan membawanya kembali ke pesawat ulang-alik menggunakan lengan robotik Canadarm. Pada 8 November 1984, pesawat ulang-alik Discovery diluncurkan untuk misi penyelamatan pertama NASA. Namun, seperti banyak misi perintis, rencana ini menghadapi kendala. Saat mencoba mengambil Palapa B2, Allen berhasil mengait satelit dengan Stinger, tetapi klem yang seharusnya dipasang untuk Canadarm ternyata tidak sesuai ukuran karena kesalahan perhitungan dimensi satelit. Di sinilah keberanian dan kecerdikan astronaut diuji.
Joseph Allen, meski bertubuh kecil dengan tinggi hanya 5 kaki 6 inci, adalah mantan pegulat juara di sekolah menengah. Ketika rencana awal gagal, ia memutuskan untuk "bergulat" dengan satelit seberat 1.200 pon itu secara manual. Dengan kaki terkunci pada harness di teluk muatan pesawat ulang-alik, Allen memegang satelit di atas kepalanya sementara Gardner memasang pelat pemasangan. Momen ini, yang terekam dalam video luar biasa, menunjukkan seorang manusia memanipulasi benda raksasa di ruang angkasa, sebuah prestasi yang nyaris tak terbayangkan. Setelah enam jam kerja keras, Palapa B2 berhasil diamankan. Keesokan harinya, misi serupa untuk Westar 6 berjalan lebih mulus karena klem yang digunakan sudah sesuai, memungkinkan Canadarm bekerja sebagaimana mestinya. Kedua satelit akhirnya dibawa kembali ke Bumi, membuktikan bahwa pesawat ulang-alik mampu mengembalikan muatan dari luar angkasa.
Misi ini adalah puncak kejayaan program pesawat ulang-alik, namun juga menjadi akhir dari era keberanian tanpa batas ini. Pada Januari 1986, tragedi Challenger mengguncang dunia, menyebabkan perubahan besar dalam kebijakan antariksa AS. NASA menghentikan misi berisiko tinggi seperti penyelamatan satelit, dan MMU tidak pernah digunakan lagi. Meski tujuan misi ini adalah menyelamatkan aset finansial, kisah Joseph Allen dan krunya tetap menjadi tonggak epik dalam sejarah penerbangan antariksa. Mereka menunjukkan bahwa manusia, dengan keberanian dan inovasi, mampu menaklukkan tantangan di lingkungan paling ekstrem. Kisah ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang semangat petualangan yang mendorong manusia melampaui batas-batas Bumi.
Artikel Diperbarui pada: 03 May 2025Kontributor: Syauqi Wiryahasana
Model: Haifa Manik Intani