Skip to content

emka.web.id

menulis pengetahuan – merekam peradaban

Menu
  • Home
  • Tutorial
  • Makalah
  • Ke-NU-an
  • Kabar
  • Search
Menu

Teknologi Lidar, Ungkap Kota Maju Peradaban Maya Terkubur

Posted on May 4, 2025
ilustrasi suku maya

Hutan lebat di perbatasan Meksiko, Guatemala, dan Belize menyimpan rahasia peradaban kuno yang tersembunyi selama berabad-abad. Dari permukaan tanah, yang terlihat hanyalah rimbunan pohon dan semak belukar. Bahkan dari udara, pemandangan serupa mendominasi, membuat para arkeolog kesulitan menemukan jejak masa lalu. Namun, teknologi lidar telah mengubah cara pandang terhadap lanskap ini. Dengan menembakkan laser melalui kanopi hutan, lidar menciptakan peta digital yang mengungkap struktur kuno, seperti jalur menuju makam atau fondasi kota yang terkubur. Teknologi ini telah merevolusi arkeologi, terutama dalam mempelajari peradaban Maya, yang membangun kota-kota megah di tengah hutan tropis sekitar 3.000 tahun lalu.

Wilayah Mesoamerika, khususnya dataran rendah Maya, adalah salah satu pusat peradaban kuno terpenting di dunia. Berbeda dengan kota-kota modern yang cenderung berkembang di dataran tinggi atau dekat pantai, bangsa Maya mendirikan pemukiman di jantung hutan lebat. Salah satu kota terbesar, Tikal, menjadi bukti kehebatan mereka. Luasnya setara dengan wilayah Inggris, Tikal adalah pusat kehidupan yang berkembang selama 1.300 tahun. Namun, pada abad ke-10, kota ini ditinggalkan. Dalam beberapa dekade, alam mengambil alih: tanaman merambat menutupi plaza, piramida kehilangan warna merahnya, dan lumpur menutupi fondasi rumah. Hutan yang menyelimuti Tikal dan kota-kota Maya lainnya justru melindungi struktur kuno dari pembangunan modern, menjadikannya harta karun bagi para arkeolog.

Penemuan kembali Tikal pada abad ke-19 oleh pemerintah Guatemala menandai awal eksplorasi modern. Pada saat itu, hanya puncak kuil yang terlihat, sisanya tertutup lumpur dan vegetasi. Foto-foto dari akhir 1800-an, diambil oleh Alfred Maudslay, menunjukkan betapa sulitnya mengenali kota ini sebagai pusat peradaban. Maudslay, yang awalnya hanya ingin menghindari musim dingin Inggris, menghasilkan ensiklopedia tentang wilayah tersebut, namun hanya bisa membuat sketsa sederhana karena lebatnya hutan. Baru pada 1950-an, ketika pemerintah Guatemala mendirikan taman nasional dan bekerja sama dengan Universitas Pennsylvania, pemetaan Tikal mulai mengungkap skala sebenarnya. Peta yang dihasilkan menunjukkan 2.000 struktur, membuktikan bahwa Tikal adalah kota besar dengan puluhan ribu penduduk.

Kunci keberhasilan pemetaan modern terletak pada teknologi lidar, yang mulai digunakan secara luas pada 2009. Lidar bekerja dengan mengukur waktu yang dibutuhkan pulsa laser untuk kembali ke sensor setelah memantul dari permukaan. Ketika dipasang di pesawat yang terbang rendah, laser ini mampu menembus celah-celah kanopi hutan, mencapai tanah, dan menghasilkan peta tiga dimensi yang akurat. Survei lidar di Caracol pada 2009 memperluas area yang dipetakan hingga delapan kali lipat, mengungkap teras pertanian dan struktur yang sebelumnya tak terdeteksi. Pada 2016, survei lidar besar-besaran di Guatemala, termasuk 150 kilometer persegi di sekitar Tikal, menemukan 60.000 struktur dan mengubah estimasi populasi Maya menjadi lebih dari tujuh juta jiwa. Temuan ini menunjukkan bahwa pemukiman Maya jauh lebih luas dan kompleks daripada yang diperkirakan sebelumnya.

Di Tikal, lidar tidak hanya memperluas peta pemukiman, tetapi juga mengungkap detail baru tentang kehidupan sosial masyarakat Maya. Data lidar menunjukkan kanal-kanal dangkal di lahan basah, piramida unik dengan gaya peradaban lain, dan distribusi rumah-rumah batu yang menandakan keberadaan elit di antara rakyat biasa. Temuan ini menunjukkan struktur masyarakat yang terdesentralisasi, di mana elit memiliki kendali lokal di berbagai wilayah kota. Lebih jauh ke utara, seorang arkeolog bernama Francisco mengikuti peta lidar ke sebuah piramida kecil yang telah dijarah. Penggalian lebih lanjut mengungkap makam seorang raja awal, lengkap dengan topeng mosaik dari giok, cangkang tiram berduri, dan tulang paha yang diukir dengan gambar raja dan dewa. Penemuan ini menunjukkan betapa kaya informasi yang tersimpan di situs-situs kecil sekalipun.

Keajaiban lidar terletak pada kemampuannya untuk “menghapus” hutan secara digital, memungkinkan arkeolog melihat kontur kota kuno tanpa merusak situs. Namun, teknologi ini bukanlah solusi sempurna. Beberapa pulsa laser gagal mencapai tanah, dan algoritma kadang salah mengklasifikasi titik-titik sebagai tanah atau vegetasi. Meski begitu, lidar cenderung menghasilkan lebih banyak “false negative” daripada “false positive”, yang berarti lebih banyak struktur yang terlewat daripada yang salah diidentifikasi. Untuk memverifikasi temuan, arkeolog tetap harus menggali di lokasi tertentu. Proses ini, meski lambat, telah mengkonfirmasi bahwa lidar adalah alat yang andal untuk mengungkap lanskap yang sebelumnya tak terlihat, memberikan wawasan baru tentang bagaimana masyarakat Maya beradaptasi dengan lingkungan mereka.

Meskipun banyak kemajuan telah dicapai, para arkeolog percaya bahwa mereka baru menggores permukaan potensi lidar di wilayah Maya. Hingga 2019, hanya sebagian kecil hutan yang telah dipindai, banyak di antaranya berasal dari survei lingkungan yang dilakukan oleh NASA dan diakses ulang untuk tujuan arkeologi. Rencana ambisius untuk memetakan seluruh Semenanjung Yucatan menunjukkan antusiasme yang besar di kalangan peneliti. Setiap survei baru membawa penemuan kota-kota tersembunyi dan wawasan tentang peradaban yang pernah berkembang di tengah hutan lebat. Dengan dukungan teknologi dan kolaborasi global, masa depan arkeologi Maya tampak cerah, menjanjikan lebih banyak rahasia yang akan terungkap dari balik kanopi hijau yang telah menutupinya selama berabad-abad.

Terbaru

  • jimpl.com: Alat Online Gratis untuk Melihat Metadata dan Data EXIF Foto
  • Kenapa Chromebook Tak Populer di Indonesia?
  • 10 Cara Menambah Followers Instagram Gratis di Tahun 2025: Strategi Lengkap
  • Cara Dapat Reward Telkomsel Prestige Gold 17GB
  • 5 Fitur Premium di ASUS Gaming K16 K3605VC, Laptop Gaming dengan Harga Terjangkau!
  • Inilah 6 SMA Swasta Terbanyak Masuk PTN dan Kampus Luar Negeri
  • Cara Didik Anak agar Disiplin dan Bertanggung Jawab atas Tindakannya
  • Apa itu Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa (BOP Pantura)?
  • Contoh Makalah K3: Apa itu Sertifikasi K3?
  • Cara Cek Bansos September 2025
  • Ini Jadwal Kereta Bandara Adi Soemarmo Agustus 2025
  • Apa itu Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat Ahli Pertama?
  • Cagongjok: Budaya Memalukan Korea, Ketika Kafe Jadi Kantor dan Ruang Belajar
  • Pengertian Anomali Brainrot
  • Penemuan DNA Denisovan Manusia Purba Amerika
  • SpaceX Akan Luncurkan Pesawat Rahasia X-37B Space Force Amerika
  • Biawak: Antara Hama dan Penjaga Ekosistem
  • Ini Profil Komjend Dedi Prasetyo Wakapolri Baru
  • Fraksi PKB DPRD Pati Tetap Selidiki Dugaan Pelanggaran Kasus RSUD Pati
  • Fraksi PKB Kritik Penggunaan Anggaran Prabowo, Fokus pada Fasilitas Publik
  • Inilah Syarat Nilai Minimal Raport Pendaftar SNBP 2026
  • Kemendikdasmen Sangkal Isu PPG Guru Tertentu Tidak Ada Lagi
  • Ini Struktur Kurikulum Kelas 5 SD/MI Sederajat Menurut Permendikdasmen No 13 Tahun 2025
  • Ini Struktur Kurikulum Kelas 3 dan 4 SD/MI Menurut Permendikdasmen No 13 Tahun 2025
  • Inilah Struktur Kurikulum Kelas 3 dan 4 SD/MI Menurut Permendikdasmen No 13 Tahun 2025
  • Ilmuwan Colorado University Bikin Particle Collider Mini, Bisa Atasi Kanker
  • Inilah Susunan Upacara Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus di Istana Negara
  • FAKTA: Soeharto Masih Komandan PETA Saat Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945
  • Materi Tes CPNS 2025: Fungsi dan Wewenang DPR/DPD
  • Cara Menjadi Siswa Eligible Daftar SNBP 2026 Terbaru!
  • jimpl.com: Alat Online Gratis untuk Melihat Metadata dan Data EXIF Foto
  • Kenapa Chromebook Tak Populer di Indonesia?
  • 10 Cara Menambah Followers Instagram Gratis di Tahun 2025: Strategi Lengkap

©2025 emka.web.id | Design: Newspaperly WordPress Theme