Jombang, NU Online
Bertempat di aula pusat Yayasan Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Tambak Beras, Jombang, Senin (3/8), Federasi Sarbumusi Tenaga Kerja Indonesia (FSTKI) menggelar bedah buku karya KH Marzuki Wahid, "Fiqh Keseharian Buruh Migran". Mereka juga membahas tata kelola penempatan Tenaga Kerja Indonesia.
Narasumber yang hadir antara lain KH Marzuki Wahid, Direktur Pengembangan Pasar Kerja Kementerian Tenaga Kerja Roostiawati, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Ali Ridho, Deputi Penempatan BNP2TKI Agusdin Subiantoro, juga Cici Farkha Assegaf aktivis pembela perempuan dan perlindungan anak yang cukup dikenal di NU.
Ketua Umum Yayasan Pesantren Bahrul Ulum KH Muhammad Irfan Sholeh mengapresiasi kegiatan itu, mengingat beragam persoalan seperti kenyamanan beribadah buruh muslim yang bekerja di luar negeri seperti Hongkong dan Taiwan yang mayoritas penduduknya memeluk agama lain.
"Wajib bagi kami untuk siap kapan pun NU membutuhkan. Kami tidak goyah, tetap NKRI, tetap NU, semoga kehadiran peserta diskusi membawa manfaat," kata Kiai Irfan.
Bekerja kata Rasulullah, ujar Kiai Irfan, adalah keharusan. "Bekerja di manapun tidak masalah. Tapi karena di luar negeri agamanya beda ya ada permasalahan beribadah, tidak seperti di pesantren yang satu madzhab, di dunia luar ternyata beda," tuturnya.
Penulis buku itu KH Marzuki Wahid memaparkan, beberapa kasus buruh dibahas dalam buku itu. Misalnya, PRT bekerja dengan non muslim, makanannya babi, bagaimana cara mencuci piringnya, apa dengan tujuh basuhan dan juga debu?
"Buku ini diharapkan menginspirasi agar ada buku lebih baik lagi bagi buruh migran. Perlu respon dari para kiai atas kasus-kasus TKI. Seperti yang diperkosa dan mengandung hingga punya anak hukumnya bagaimana," ujar Kiai Marzuki.
Mewakili Presiden Sarbumusi Syaiful Bahri Ansori, Jazim Asari dari Sarbumusi menegaskan jika organisasi buruh NU itu mempunyai respon terhadap perburuhan nasional.
"Buruh muslim, anak-anak NU yang menjadi sumber devisa, mendapati problem untuk beribadah di Hongkong dan Taiwan. Tentu ini membutuhkan perhatian dari semua pihak termasuk pemerintah," ujar Jazim.
Tidak mudah untuk mendorong negara Asean sama-sama peduli terhadap persoalan buruh. "Di internasional, kita bagian dari ILO, yang harus melaporkan perkembangan buruh, ini menjadi tantangan baru bagi kita, bagaimana bisa memperkuat hak-hak buruh," ujar Roosiawati. (Gatot Arifianto/Alhafiz K)
Sumber: NU Online