Pringsewu,
NU OnlineRais Syuriyah PBNU KH Ahmad Ishomuddin menanggapi beberapa pernyataan dari berbagai kalangan dan tokoh yang dimuat diberbagai media dengan membuat definisi serta menafsirkan sendiri makna Islam Nusantara.

Menurut kiai muda asal Pringsewu ini, istilah Islam Nusantara memang sedang hangat di bicarakan dan dibahas oleh berbagai kalangan setelah diangkat menjadi tema utama Muktamar ke-33 NU yaitu "Meneguhkan Islam Nusantara untuk Peradaban Indonesia Dan Dunia".
"Jangan berprasangka buruk mengenai gagasan Islam Nusantara. Dialog dulu kalau belum paham, jangan buat definisi secara serampangan," ajaknya ketika dihubungi NU Online via telepon, Selasa (14/7). Ulama muda dan energik ini menjelaskan, bahwa istilah Islam Nusantara sebenarnya sudah ada dan menjadi bahasan sebelum menjadi tema Muktamar NU.
Menurutnya, konsep yang dibawa Islam Nusantara adalah bagaimana wajah Islam di Indonesia dan negara-negara serumpun disekitar Indonesia bisa menjadi contoh bagi Islam di negara lain di penjuru dunia.
"Islam Nusantara bukan mau mengganti Islam yang diturunkan di Negara Arab, namun mengusung misi membawa ajaran Islam yang moderat, saling menghargai, dan menghormati yang merupakan ciri budaya Indonesia," jelasnya.
Apalagi, tambahnya, Islam Nusantara yang terkenal dengan wajah muslim Indonesia yang moderat sudah menjadi topik diskusi antara para pemuka agama, pengamat, diplomat di kantor pusat PBB di New York beberapa waktu yang lalu.
“Dengan demikian, Islam Nusantara mendapat sambutan positif dari negara lain di dunia karena terbukti menunjukkan keragaman, toleransi dan demokrasi dengan baik,” paparnya.
Kesemua pernyataannya ini merupakan respon terhadap anggapan orang di salah satu acara pencarian bakat di stasiun televisi baru-baru ini mengenai pencoretan istilah Islam Nusantara.
Menurutnya, pernyataan tersebut sebenarnya tidak patut untuk dikeluarkan karena cenderung menyerang. Oleh karena itu, lanjut Kiai Ishom mengajak kepada segenap pihak yang belum paham untuk tidak berprasangka buruk terhadap istilah dan konsep Islam Nusantara.
(Muhammad Faizin/Fathoni)
Sumber:
NU Online