Ia bernama lengkap Taqiyuddin Abdul Abbas Ahmad bin Syihabuddin Abdul Halim bin Abdus Salam bin Abdullah bin Al-Hadar bin Muhammad bin bin Al-Hadar bin Ali bin Abdullah ibnu Taimiyah An-Numairy Al-Harani Ad-Damasyqy.
Ia lahir di Harran, salah satu kota induk di Jazirah Arabia yang terletak diantara sungai Dajlah (Tigris) dan sungai Efrat, pada Senin 10 Rabiul Awal tahun 661 H / 1241 M.
Ketika tentara Mongol menyerbu negerinya, Ibnu Taimiyah kecil beserta keluarganya pindah ke Damaskus. Keluarga itu menempuh perjalanan dengan jalan kaki pada malam hari, sambil menyeret sebuah gerobak besar yang dipenuhi kitab-kitab. Tak ada satupun perhiasan dan peralatan rumah tangga yang dibawa.
Sejak kecil tanda-tanda kecerdasan sudah tampak pada diri Ibnu Taimiyah. Begitu tiba di Damaskus ia segera menghafal Al-Qur`an dan menuntut berbagai cabang ilmu agama kepada para ulama, Hufadz dan ahli-ahli hadits di negeri itu. Kecerdasan serta kekuatan otaknya membuat para tokoh-tokoh di Damaskus itu kagum.
Ketika usianya baru belasan tahun, ia sudah menguasai ilmu Ushuludin dan sudah sangat menguasai ilmu tafsir, hadits dan sastra Arab. Ia juga telah mengkaji
Musnad Imam Ahmad, sampai beberapa kali, kemudian
Kutubus Sittah dan
Mu`jam At-Thabrani Al-Kabir.
Sejak kecil ia hidup dan dibesarkan di tengah-tengah para ulama sehingga mempunyai kesempatan untuk menunutu ilmu sepuas-puasnya. Secara total ia pergunakan seluruh waktunya untuk belajar, menggali ilmu, terutama Kitabullah dan sunah Rasul.
Ibnu Taimiyah adalah sosok yang keras pendirian dan teguh berpijak pada garis-garis yang telah ditentukan Allah. Ia pernah berkata:
“Jika benakku sedang berpikir suatu masalah, sedang itu merupakan masalah yang muskil bagiku, aku akan beristighfar 1000 kali, atau lebih atau kurang, Sampai dadaku menjadi lapang dan masalah itu terpecahkan. Hal itu aku lakukan baik di pasar, di masjid maupun di madrasah. Semuanya tidak menghalangiku untuk berzikir dan beristighfar hingga terpenuhi cita-citaku.”
Al-Hafidz Al-Mizzy mengatakan:
“Aku belum pernah melihat orang seperti Ibnu Taimiyah…dan belum pernah kulihat ada orang yang lebih memahami Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW serta mengikutinya seperti dia.”
Sejarah mencatat, Ibnu Taimiyah bukan saja sebagai Dai yang tabah, liat, wara` zuhud, dan ahli ibadah, tetapi juga seorang pemberani yang ahli berkuda. Ia membela tiap hengkal tanah umat Islam dari kezaliman musuh dengan pedangnya, seperti ia membela akidah umat Islam dengan pena dan lidahnya.
Dengan teriakannya, Ibnu Taimiyah memberikan komando kepada umat Islam untuk bangkit melawan serbuan tentara Tartar yabg menyerang Syam dan sekitarnya. Bahkan ia sendiri dengan pasukan kaum muslimin dalam kancah pertempuran.
Tapi belakangan ketegaran, keberanian dan kelantangan Ibnu Taimiyah dalam menyerukan kebenaran, justru membakar kedengkian dan kebencian para penguasa, para ulama dan orang-orang yang tidak senang kepada sang imam. Akibat fitnah ia bahkan harus mengalami berbagai tekanan di penjara, diasingkan dan disiksa.
Ibnu Taimiyah wafat pada Zulhijah 728 H / 1308 M. Ia meninggalkan banyak karya besar, dan murid-murid yang cerdas. Salah satu anak didiknya yang kemudian meneruskan kealimannya adalah Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, yang hingga kini karya-karyanya masih dipelajari umat Islam.
Adapun hasil karya Ibnu Taimiyah antara lain:
- Al-Nubuwwat
- Al-Tasawuf
- Tauhid Al-Uluhiyah
- Al-Suluh
- A-Sufiyah wa Al-Fuqara
- Majmu`ah Al-Rasul wa Al-Masail
- Al-Furqan baina Awliya Arahman wa Awliya Syaithan.
Wallahu a’alam bisshowab.
Sumber: Wikipedia