SAMPANG – Konflik sosial bernuansa SARA yang berujung pembakaran puluhan rumah warga di Sampang Madura, akhir Agustus lalu, tampaknya menyisakan sekian rentetan persoalan. Bukan saja harus kehilangan tempat tinggal, sanak keluarga, dan lingkungan sosial yang sekian tahun dibangun bersama. Melainkan, mereka harus menjalani kehidupan sehari-harinya di pengungsian, tempat yang jauh berbeda dari tempat tinggalnya.
Implikasinya, profesi yang selama ini dilakoni sirna. Cita-cita dan berbagai rencana yang telah disiapkan demi sebuah masa depan seolah berantakan. Hidup di tempat baru memang memaksa mereka harus membangun cita-cita baru.
Namun, hidup di tempat pengungsian ternyata membuat hidup mereka kehilangan arah. Masa depan hidupnya kian suram. Termasuk nasib pendidikan anak-anak para pengungsi tersebut juga tak menentu.
“Kami prihatin sekali. Hati kami terenyuh melihat nasib pendidikan anak-anak pengungsi ini ke depan,” kata Ketua bidang Kajian Analisa Publik Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Jawa Timur Moh Safiuddin, saat menyerahkan bantuan, Selasa (11/9).
Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jawa Timur merasa ikut prihatin atas kondisi kehidupan para pengungsi, korban kerusuhan sosial tersebut.
Organisasi berbasis kader muda NU ini pun turun tangan dengan memberikan bantuan alat perlengkapan sekolah dari tingkat PAUD, SD dan SMP, yaitu berupa beberapa perangkat olah raga dan ratusan paket alat tulis bagi anak-anak pengungsi usia sekolah serta alat bermain bagi anak usia dini.
“Bantuan kami ini memang tak seberapa, cuma kami ingin ikut berbagi sebagai bentuk aksi (kepedulian) kemanusiaan,” tegas Safiuddin. Meski begitu, Udin -sapaan akrab dia- berharap bantuan yang sedikit ini bisa ikut membantu mengembalikan kondisi psikis anak-anak para pengungsi.
Bantuan hasil kumpulan dari bantuan PMII cabang se Jatim dan ditambah partisipasi dari PMII cabang Sumbawa Kalimantan Barat, itu diserahkan langsung ke tempat pengungsian, tepatnya di lapangan tenis indoor Gedung Olah Raga (GOR) Kabupaten Sampang.
Bantuan tersebut diberikan langsung kepada setiap anak. Masing-masing anak mendapatkan satu paket yang berisi alat tulis dan perlengkapan olah raga, serta alat bermain untuk siswa PAUD.
Safiuddin menegaskan, pendidikan anak-anak pengungsi ini harus mendapat perhatian serius. Kelangsungan pendidikan mereka tidak boleh terputus. Sebab, anak-anak adalah generasi bangsa yang akan meneruskan estafet kepemimpinan di masa depan.
PMII Jatim memfokuskan bantuan hanya bagi kebutuhan anak-anak usia sekolah. Sebab, fasilitas dan kebutuhan pendidikan anak-anak di pengungsian masih sangat minim, sementara untuk kebutuhan pengungsi yang dewasa masih dikata lebih dari cukup.
Hal ini disimpulkan, lanjut dia, setelah tim dari PMII Jatim beberapa hari mengamati di pengungsian serta melakukan wawancara dengan ketua tim pengungsi dan kordinator relawan setempat.
Udin menilai, bantuan ini semata-mata demi kemanusiaan, bukan karena kepentingan keyakinan atau agama dan etnis tertentu.
“Saat ini bukan persoalan perbedaan madzhab, tapi lebih kepada sisi kemanusiaan, apalagi di antara pengungsi ada anak-anak yang sangat membutuhkan fasilitas pendidikan yang memadai,”tandasnya.
Safiuddin datang ke tempat pengungsi bersama sejumlah pengurus cabang PMII Sampang. Semula rombongan pengurus PMII Jawa Timur rencana berangkat sekira pukul 08.30 WIB dan sudah bersiap-siap sejak semalam di kantor sekretariat di Surabaya.
Pengurus yang akan berangkat antara lain; Fairouz Huda (Ketua Umum), Ahmad Yazid (Sekretaris I), Rusman Hadi (Bendahara Umum), Muhaimin Kholid (Wakil Bendahara), dan Abdul Hady JM (Ketua Lembaga Pengembangan Isu dan Opini Publik). Namun, karena ada kendala mendadak, sehingga yang berangkat Sahabat Safiuddin, yang sebelumnya telah ditunjuk sebagai ketua tim penggalangan bantuan.
Di sisi lain, Ketua PMII Jatim Fairouz Huda, meminta pemerintah serius dalam menyelesaikan persoalan konflik tersebut. Sebab, menurutnya, jika para pengungsi berlarut-larut hidup di pengunsian maka dipastikan akan menimbulkan persoalan baru.
“Kami meminta kepada seluruh pihak terkait untuk penanganan konflik ini tidak hanya sekadar teoritis, tapi lebih pada gerakan taktis, dengan pendekatan secara persuasif humanis,”kata Fairouz penuh harap. Sumber: NU Online