JAKARTA, emka.web.id - Keberadaan para pemain over the top (OTT) di dunia internet mulai meresahkan operator seluler. Layanan OTT menggunakan jaringan internet operator, dan menghabiskan banyak bandwidth, sementara operator merasa tak dapat keuntungan finansial langsung dari OTT.
Facebook, Twitter, Google, iTunes, WhatsApp, Skype, dan sebagainya, bisa disebut sebagai pemain OTT yang lalu-lalang di jaringan operator. Ibarat sebuah jalan tol, OTT masuk begitu saja tanpa izin dan tanpa membayar biaya tol kepada operator.
Beberapa operator menganggapnya sebagai benalu merugikan, yang membuat pendapatan voice (telepon) dan SMS menurun. Tapi, ada pula yang menganggapnya benalu menguntungkan. Operator bisa dapat untung dari pemakaian data (internet) oleh pengguna yang mengakses layanan OTT.
Menurut Director & Chief Commercial Officer Indosat Erik Meijer, OTT tak bisa hidup tanpa infrastruktur operator. "Tapi, infrastruktur operator juga akan sia-sia jika tak dipakai oleh OTT," kata Erik dalam Diskusi "Over the Top, Kawan atau Lawan?" yang diselenggarakan media bisnis telematika IndoTelko di Jakarta, Selasa (18/12/2012).
Untuk membangun infrastruktur telekomunikasi, operator butuh biaya yang tidak sedikit. Mereka dituntut berinvestasi besar di jaringan lokal dengan membangun BTS, serat optik, satelit, dan infrastruktur jaringan lainnya. Ini dilakukan agar trafik data yang disalurkan tidak drop.
Melawan
Operator seluler di beberapa negara mengambil langkah "melawan" OTT. Erik Meijer berkisah, operator T-Mobile di Jerman membanderol tarif tinggi layanan data bagi pengguna yang menggunakan aplikasi video call Skype. "Skype dianggap memakan banyak bandwidth dan mengganggu trafik," jelas Erik.
Selain itu, ada pula operator yang melarang pengguna mengakses Skype dengan jaringan 3G. Jadi, pengguna hanya bisa memakai Skype dengan jaringan Wi-Fi. Operator O2 di Inggris melawan pemain OTT dengan membuat aplikasi dan layanan tandingan. Langkah ini membuat produk O2 menjadi eksklusif.
Solusi lain adalah, operator dan para praktisi teknologi harus mendorong pemrogram komputer lokal agar lebih kreatif menciptakan produk digital. Operator lokal juga harus membantu promosi OTT lokal.
Langkah ini merupakan usaha meningkatkan konten lokal, melawan dominasi konten asing di internet Indonesia. "80% trafik data lari ke luar negeri. Digunakan untuk mengakses konten luar. Ini sama saja kita menghantarkan uang ke luar negeri," jelas Erik.
Memperkaya konten lokal juga dapat meminimalkan cost bandwidth operator yang lari ke luar negeri.
Anggota Komite Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Nonot Harsono mengatakan, OTT adalah masa depan tapi juga suatu keniscayaan. Ia berharap masyarakat dapat menghargai jaringan lokal dan memperkuat OTT lokal.
Sumber: KOMPAS Tekno