KH Bukhori Masruri: Pesantren, Filter Modernitas Paling Pas
YOGYAKARTA - Kemajuan teknologi zaman modern saat ini yang begitu cepat, sehingga membuat orang tidak memikirkan bahayanya. Dunia modern tanpa filter itu akan merusak dan tidak ada filter yang paling pas selain ajaran agama yang diajarkan di dalam pesantren.
Demikian disampaikan KH Bukhori Masruri dalam pengajian akbar dalam rangka memperingati haul ke-9 Almaghfurlah KH Asyhari Marzuqi, Pesantren Nurul Ummah, Sabtu (1/6) di Pesantren Nurul Ummah Kota Gede, Yogyakarta.
KH Bukhori Masruri, yang merupakan teman mondok Almaghfurlah KH Asyhari Marzuqi, sang pendiri PP Nurul Ummah tersebut menyampaikan tingginya rasa ikhlas dalam diri Kiai Marzuqi.
“Selama 15 tahun beliau mondok di Irak. Jarang-jarang orang mau jadi Kiai pondok setelah itu, kalau tidak karena rasa ikhlasnya yang tinggi,” ungkapnya.
KH Bukhori pun menceritakan tentang dawuh Kiai Ali Maksum dahulu kala kepada santrinya. Saat itu Mbah Kiai Ali Maksum mempersilahkan para santrinya untuk mencuri kelapa di depan rumahnya, asalkan tidak ketahuan, berarti halal. Hal itu sebagai gambaran betapa tingginya rasa ikhlas Kiai Ali Maksum.
“Karena kalau Kiainya tidak ikhlas, berarti kan santrinya maksiat. Nah, kalo sudah maksiat kan nanti ilmunya tidak bermanfaat. Seperti kata-katanya Imam Syafi’i, wa nurullahi la yuhda lil’ashi (dan cahaya Allah itu tidak ditunjukkan pada orang yang melakukan maksiat). Itulah yang dikhawatirkan Yai Ali Maksum,” papar Kiai dari Semarang malam itu.
Menurut dia, da’i-da’i sekarang banyak yang ketika memahami surat Al-‘Alaq yang merupakan wahyu pertama Nabi Muhammad SAW, hanya sebatas pada iqra` saja, yang artinya adalah membaca. Padahal masih ada lanjutannya, yakni iqra` bismi rabbika alladzi khalaq. Maknanya adalah, tidak hanya sekedar perintah membaca belaka, namun juga membaca dengan menyebut nama Allah (baca: mempelajari agama).
“Intinya adalah, orang berilmu tanpa iman itu ya nggak bisa. Begitu pula sebaliknya, orang beriman juga harus berilmu. Karena iman tanpa ilmu itu nggeladrah (percuma), dan ilmu tanpa iman itu nggeragas (rakus),” tandas Kiai.Kiai Bukhori juga sempat menyitir fenomena korupsi yang sedang melanda negeri ini.
Menurutnya, orang yang korupsi itu terlalu menganggap remeh soal dosa, dan menganggap bahwa semua dosa yang telah dilakukannya bisa dihapus dengan, misalnya, melaksanakan ibadah haji berkali-kali. Padahal tidaklah semudah itu.
Pencipta lagu qasidah Perdamaian itu pun kemudian menjelaskan tentang cara mengajarkan Islam pada orang awam, dimana selama ini, orang yang baru mau belajar Islam sudah dicekoki dalil yang beraneka ragam, yang terkadang justru menimbulkan kebingungan di benak orang yang akan belajar tersebut.
“Seperti itu kan kurang tepat. Ibaratnya orang yang mau makan, maka nggak usah dikasih tahu terlebih dahulu tentang tata cara membuatnya, bahan-bahannya apa saja. Ya malah nggak jadi makan ntar,” ungkap Kiai Bukhori yang segera dikikuti gelak tawa hadirin.
“Kalau untuk konsumen, cukup diajari prakteknya aja dahulu, tidak perlu dalil. Nah, ketika nanti dia sudah suka, senang dan tertarik, barulah diberi tahu dalilnya,” tandasnya.
Sumber: NU Online