NU Circle, Wadah Nahdliyin Professional dibentuk
Jakarta, NU Online
Para professional NU yang berlatarbelakang keluarga NU dan sampai kini tetap memegang tradisi peribadatan dan meneruskan perjuangan NU membutuhkan sebuah wadah untuk tetap terhubung dengan NU, tetapi mereka tidak mau secara formal masuk dalam kelembagaan NU akibat kesibukan yang sudah mereka jalani setiap harinya.
Dari hasil diskusi dan beberapa kali pertemuan, akhirnya mereka membentuk NU Circle dan NU Perkantoran, sebagai komunitas bersama untuk sharing ide dan upaya memajukan NU. Sejumlah gagasan dibicarakan dan kerja-kerja kongkrit laksanakan.
Dalam bulan Ramadhan ini, sekali lagi mereka bertemu di gedung PBNU, Rabu, 3 Agustus 2011 dan memberikan masukan kepada Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj yang didampingi oleh KH Masdar F Mas’udi, yang telah lama mengawal komunitas ini dan Dr Bina Suhendar, bendahara umum PBNU.
Asrul, salah satu komisaris di sebuah perusahaan multinasional mengemukakan, para professional membutuhkan ruang untuk bertemu dan forum pengajian dapat menjadi wadah yang pas. Setelah pengajian, bisa dibicarakan berbagai aspek, mulai perluasan jaringan dan kerjasama ekonomi yang bersifat kongkrit diantara sesama anggota.
“DImulai dari hal-hal yang kecil saja, tetapi nantinya bisa berkembang menjadi sesuatu yang besar dan bermanfaat. Ibaratnya perjalanan seribu kilo, harus dimulai dari satu langkah,” paparnya.
Ia merasa, NU selama ini diakui kebesarannya oleh masyarakat luas, bahkan di luar negeri, tetapi seringkali wujud nyata keberadaannya kurang dapat dirasakan secara langsung. Dalam berbagai kunjungan ke Eropa, ketika berbicara tentang benchmark Islam Indonesia, mereka juga selalu menyebut NU.
Hal senada juga diungkapkan oleh M Nafik, yang kini bekerja di British Petroleum, berharap pertemuan-pertemuan ini mewujud dalam sebuah kegiatan kongkrit, tetapi tidak sekedar menjadi rutinitas.
Romi Febri, kader NU yang kini menjadi eksekutif produser di sebuah TV swasta nasional juga berharap agar NU mampu memberi pengaruh terhadap media, terutama TV, bukan sekedar menjadi narasumber, tetapi juga akses dalam pengambilan kebijakan program karena media sekarang sudah menjadi industri yang hanya berfikiran untung rugi, tetapi tidak mempertimbangkan nilai-nilai moralitas yang diakibatkan. “Kalau hanya bergerak di KPI kurang maksimal karena mereka juga dibatasi oleh berbagai aturan departemen,” paparnya.
Kegelisahan juga disampaikan Ahmaf Fahir, yang aktif di KMNU IPB. Ia berharap ada perpaduan dari berbagai program, seperti kembali ke pesantren yang digagas Kiai Said Aqil dan NU berbasis masjid yang digagas Kiai Masdar, kini harus ditambahkan dengan NU berbasis kampus, sebagai upaya untuk melawan jaringan Islam transnasional yang tumbuh subur di kampus-kampus umum.
Kiai Masdar menjelaskan, para professional NU memiliki modal yang bisa dimanfaatkan untuk mengembangkan NU, terutama jika hal ini menjadi sebuah gerakan bersama. “Tinggal bagaimana menyambungkannya dengan NU,” tandasnya.