PBNU Beri Perhatian Khusus Pengembangan NU Perkotaan
Jakarta, NU Online. Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menyatakan pendidikan dan pertumbuhan ekonomi telah menimbulkan mobilitas sosial dan migrasi ke perkotaan. Hal ini juga telah menyebabkan terjadinya pergeseran di lingkungan NU yang telah pindah ke kota, termasuk Jakarta.
Dengan melihat perkembangan ini, PBNU akan memberi perhatian khusus pada pengembangan NU perkotaan.
“NU tak boleh hanya berkonsentrasi pada basis petani, tapi juga memperhatikan kaum buruh, para pedagang kaki lima maupun golongan berdasi. Sangat penting bagi NU untuk mengembangkan sayap organisasi ini,” katanya ketika membuka acara Konsolidasi Pengurus NU se-DKI Jakarta, Sabtu (9/4).
Dikatakannya, NU merupakan organisasi ulama yang didirikan di Surabaya, kota metropolitan terbesar saat itu, yang lebih maju daripada Bombay atau Kyoto saat itu. Walaupun NU bersifat metropolis, tetapi tetap populer, tetap menjaga komitmen rakyat kecil, yang saat itu diabaikan dan ditindas kolonial.
NU di DKI Jakarta, katanya diharapkan menjadi sosok ideal NU, karena tak hanya menjadi sorotan kekuatan nasional, tetapi juga sorotan kekuatan masyarakat internasional, sehingga citra positif NU terbangun, terutama dalam aspek kerukunan dan pardamaian.
“Mudah-mudahan NU DKI lebih maju dan lebih nampak berperan karena menjadi simbol NU secara nasional, pintu gerbangnya di DKI. Jangan kalah dari NU Jawa Timur,” katanya.
Sejarah panjang dakwah para ulama di perkotaan telah terjadi sejak dahulu. Kiai Said menjelaskan, kota seperti Banten dan Jakarta yang membangun adalah para ulama. Perjuangan ini harus terus dilanjutkan.
Sebagai NU yang berada di ibukota negara, NU DKI paling deras terkena pengaruh luas sehingga harus mampu menjadi benteng aswaja dan Pancasila, harus siap menyejukkan dan mengamankan ibu kota, karena hal itu sama dengan mengamankan negara.
“Diharapkan NU DKI dapat menjadi contoh, tantangan dan peluang terbesar ada di metropolitan. Bagaimana memajukan NU perkotaan, menggunakan SDM dan mandiri secara keuangan sehingga bisa mandiri dalam politik dan kebudayaan,” paparnya.
Pembagian peran antara syuriyah dan tanfidziyah harus berjalan dengan harmonis, yang mana syuriyah ngurusi ketakwaannya, sementara tanfidziyah mengurusi kesejahteraannya.
Ia juga mengingatkan, sebagai kelompok mayoritas, NU tidak boleh sombong dan siapapun minoritasnya harus dilindungi. Kang Said mengisahkan kekalahan kaum muslimin dalam perang Hunain karena kesombongan sehingga harus lari terbirit-birit sebelum akhirnya mampu menyatukan barisan.
Pada dasarnya warga Jakarta NU dan pernah menjadi basis NU yang kuat. Kini saatnya untuk mengembalikan kejayaan tersebut.