Aktivis Muda NU Tuntut Kasus Semen Rembang di Usut Tuntas
JAKARTA - Sejumlah elemen kaum muda Nahdlatul Ulama mengecam aksi kekerasan aparat kepolisian dan tentara terhadap warga Nahdliyin di Kabupaten Rembang. Tindakan brutal terhadap ibu-ibu dan para petani di sekitar Gunung Kendeng itu berlangsung pada Senin, 16 Juni 2014.
“Tindakan aparat itu sudah brutal, tidak pro-rakyat, tidak pro-petani dan anti-Pancasila. Pelaku kekerasan harus diusut tuntas,” ujar Amsar A Dulmanan, Koordinator Nasional Forum Komunikasi Generasi Muda NU (FKGMNU), salah satu elemen muda NU dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (17/6).
Kecaman sejumlah organ gerakan muda NU ini berkaitan dengan tindakan pemukulan dan pengejaran terhadap warga masyarakat setempat yang tengah aksi menolak pendirian tambang Karst dan pabrik semen PT. Semen Indonesia di Gunung Kendeng. Aparat keamanan juga melakukan sweeping terhadap wartawan. Diketahui pembangunan tambang dan pabrik semen tersebut melanggar undang-undang dan sejumlah peraturan serta berpotensi merampas lahan pertanian dan merusak sumber mata air kehidupan warga sekitar .
Menyakiti Nahdliyin
Kritik tajam juga disampaikan Forum Alumni PMII Universitas Indonesia (Forluni ). Forluni mengatakan bahwa tindakan aparat keamanan itu benar-benar menyakiti hati kaum Nahdliyin yang bakal kehilangan mata pencaharian mereka. “Warga Nahdliyin selalu dijadikan objek pembangunan, bukan subjek pembangunan. Mereka sudah miskin, tapi akan dipermiskin lagi,” kecam Alfanny, Ketua Forluni.
Kecaman senada juga dilontarkan juru bicara Perhimpunan Rumah Indonesia. Menurut Muhammad Nurul Huda, kebijakan pembangunan dari rezim ke rezim tidak pernah berubah. Pembangunan dijalankan dengan tangan besi, menguntungkan elit pemodal tapi menggilas rakyat kecil.
Berdasarkan kajian Front Nahdliyin Untuk Kedaulatan Sumberdaya Alam (FNKSDA), selain melanggar UU 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang mengatur peran masyarakat terdampak, dokumen AMDAL rencana pendirian pabrik semen nyata-nyata melanggar Perda Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 pasal 63 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung imbuhan air. Amdal juga melanggar Perda RTRW Kabupaten Rembang Nomor 14 Tahun 2011 pasal 19 yang menetapkan area ini sebagai kawasan lindung geologi. Rencana pembangunan juga menabrak Persetujuan prinsip tukar menukar kawasan hutan oleh Menteri Kehutanan, surat Nomor S. 279/Menhut-II/2013 tertanggal 22 April 2013.
Sumber: NU Online