Onno W. Purbo Sorot Kominfo Soal Pemblokiran Situs Internet
Jakarta - Pro kontra Peraturan Menteri Kominfo no 19 Tahun 2014 tentang Penanganan Situs Internet Bermuatan Negatif terus mengemuka. Tak terkecuali dari kacamata praktisi internet Onno W. Purbo.
Sebelumnya, Onno ingin menjabarkan tiga pilar hukum yang mengatur hidup manusia. Yaitu hukum Tuhan, hukum tertulis (UU, PP, Peraturan Menteri), serta hukum tidak tertulis (konsensus, hukum ada, etika, netiket).
Jika dirunut lebih lanjut, maka hukum Tuhan itu akan berujung halal dan haram serta surga dan neraka. Hukum tertulis berujung pada polisi, pengadilan atau berakhir di penjara. Sementara hukum adat (tidak tertulis) sebatas dari mulut ke mulut dan berakhir di sanksi sosial.
Nah, menurut Onno, Permen Situs Negatif yang belakangan lagi ramai-ramai, merupakan contoh dari hukum tertulis. Permen ini bahkan menjadikan pemerintah yang menentukan mana situs baik atau buruk.
"(Masalahnya) di dunia cyber gak semua harus pakai hukum tertulis. Kebanyakan malah pakai hukum adat/konsensus saja cukup. Yang bahaya adalah kalau mau bertindak jadi Tuhan, menentukan mana yang baik, mana yang jelek, mana yang halal, mana yang haram dan ini dimasukkan ke hukum tertulis," lanjut Onno kepada detikINET.
Mekanisme kerja Permen Situs Negatif pun dinilai bakal lambat karena menggunakan birokrasi pemerintah.
"Masalah paling fatal adalah kalau salah menentukan situs baik dimasukkan daftar situs tidak baik. Dan ini banyak kejadian yang sudah terjadi. Siapa yang harus tanggung jawab? Pemerintah? ISP? Operator? Trust+? Nawala?" sergah Onno.
Penggiat IT yang kini menjadi dosen di Universitas Surya ini menambahkan, mekanisme rigid -- yang menentukan mana yang baik dan tidak -- biasanya memang dibutuhkan pada masyarakat yang belum dewasa, anak-anak, siswa, atau yang pendidikannya rendah.
"Pada masyarakat yang pendidikannya tinggi, dewasa, mampu melakukan nalar dengan baik maka kita cenderung untuk menggunakan konsensus, etika," lanjutnya.
Solusi pengganti Permen Situs Negatif, menurut Onno, dapat lebih mengandalkan hukum adat untuk melakukan sensor secara lokal.
Masyarakat internet, juga di Indonesia, dianggap biasanya mempunyai pendidikan yang relatif tinggi. Untuk jenis masyarakat ini maka di internet dikenal mekanisme netiket yang pada dasarnya adalah konsensus/hukum adat.
"Ini bisa digunakan di kantor, instansi dan lainnya dalam menangani situs porno. Mekanisme untuk memblokir situs berdasarkan konsensus bisa menggunakan tools seperti SquidGuard dan lainnya," Onno menambahkan.
Di samping itu, di berbagai situs di internet biasanya ada mekanisme flagging cs untuk melakukan self sensor oleh pengguna. Ini adalah mekanisme konsensus/hukum adat yang lebih cepat daripada hukum tertulis
"Untuk anak-anak, siswa, sekolah, kampus, guru, rektor dan lainnya dapat disarankan daftar situs yang dicekal. Daftar ini dapat disarankan oleh pemerintah tapi sebaiknya dikelola secara swadaya oleh masyarakat," pungkasnya.
Sumber: detikINET