IPNU Siap Isi Kekosongan Ormawa NU di Kampus
Ketua Umum Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) Khaerul Anam HS menyarankan kepada PBNU untuk mempertimbangkan kembali rencana pendirian organisasi kemahasiswaan NU. PBNU perlu mencermati secara utuh organisasi NU di kampus yang sudah berkembang selama ini.
Seperti diketahui, PBNU menargetkan pada kepengurusan periode ini berhasil membentuk organisasi baru di tingkat mahasiswa yang berada langsung di bawah naungannya. Hal ini didasarkan pada amanat Muktamar ke-32 NU di Makassar yang kemudian ditegaskan lagi pada Rapat Pleno PBNU di Yogyakarta, 2011 lalu.
“IPNU sejak tahun 2000 sebenarnya telah mendeklarasikan berdirinya Pimpinan Komisariat Perguruan Tinggi (PKPT), ya untuk mengisi kekosongan (organisasi kemahasiswaan NU) ini,” kata Anam di Jakarta, Selasa (11/11).
Ia mengatakan, di luar pimpinan komisariat di sekolah, pesantren, dan masjid, saat ini IPNU sudah memiliki pimpinan komisariat di tingkat kampus yang tersebar di berbagai provinsi, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sulawesi Selatan, dan lainnya. IPNU menyatakan siap mengisi dan mengawal kaderisasi NU di kampus.
Anam juga mengkritik PBNU yang sempat ingin membatasi usia pengurus IPNU maksimal 20 tahun. Menurutnya, selain mengabaikan modul kaderisasi IPNU yang sudah berjalan sejak lama, kebijakan tersebut akan memangkas beberapa generasi di level kepegurusan pusat yang usia maksimalnya 29 tahun, kepengurusan wilayah (27 tahun), dan kepengurusan cabang (25 tahun).
IPNU, lanjut Anam, telah mapan dengan jenjang kaderisasi yang dimiliki, yakni Masa Kesetiaan Anggota atau Makesta yang umumnya diikuti pelajar usia 16-17 tahun, Latihan Kader Muda atau Lakmud (18-20 tahun), lalu Latihan Kader Utama atau Lakut (lebih dari 20 tahun).
“Dan perlu diketahui, komunikasi IPNU tidak hanya lintas organiasasi di internal NU tapi juga organisasi-organisasi kepemudaan (OKP) lain. Bahkan di beberapa daerah sampai audiensi dengan bupati dan para pejabat daerah. Ini tidak mungkin bisa diserahkan pada psikologi pelajar usia di bawah 20 tahun,” paparnya.
Hubungan dengan PMII
Anam mengakui, di kampus IPNU selama ini tetap menjalin hubungan baik dengan Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), organisasi anak kandung NU tingkat mahasiswa yang memutuskan independen pada tahun 1972.
“Lagian tidak sedikit kok teman-teman PMII yang dulunya adalah kader IPNU. Cuma klaimnya kan memang selalu pada yang terakhir (PMII),” tutur pria yang pernah menjadi pengurus PMII di Sulsel ini.
Anam menjelaskan, di kampus IPNU memiliki cara lain dalam hal mengenalkan NU. Diakui, IPNU tidak banyak terlibat dalam perpolitikan kampus sebagaimana yang banyak dilakukan PMII. Namun, komunikasi tetap berlangsung baik, termasuk dengan KMNU (Keluarga Mahasiswa NU) dan Keluarga Besar NU (KBNU).
Anam juga memberi catatan tentang pengertian pelajar yang lebih luas. Ia menilai keliru jika pelajar hanya dimaknai sebagai siswa sekolah menengah, lalu dibedakan dari mahasiswa yang berada di jenjang lebih tinggi, yakni perguruan tinggi. Dalam pandangan IPNU, mahasiswa juga termasuk pelajar.
“Kita ini terlalu terkoptasi dengan definisi operasional pelajar dan mahsaiswa ala Kemendikbud,” terangnya.