Suasana Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta sangat kental dengan nuansa Al-Qur’an, terutama di bulan Ramadhan. Nuansa ini tak lepas dari tradisi yang telah diasas oleh pendirinya, Mbah KH Muhammad Munawwir, sosok yang memang terkenal sebagai muara sanad pengajian Al-Qur’an di Nusantara.

Sejak didirikan pada 1911, Pesantren Al-Munawwir memfokuskan bidang pada pengajian Al-Qur’an, baik menghapal maupun mempelajari ragam qiroatnya. Meski pengajian berbagai ilmu agama mulai bertambah seiring perkembangan pesantren, namun penghapalan Al-Qur’an tetap menjadi ciri utamanya hingga sekarang. Salah satu tradisi penjagaan hapalan Al-Qur’an di Pesantren Al-Munawwir adalah pelaksanaan shalat tarawih dengan bacaan Al-Qur’an secara penuh 30 juz. Sebagaimana diwasiatkan oleh Mbah Kiai Munawwir, bahwa hafidh (penghapal dan penjaga) Al-Qur’an yang ia akui adalah mereka yang berakhlak baik dan menjadikan hapalan Al-Qur’an sebagai bacaan shalat tarawih. Sebab itulah anak keturunan beliau terus menerus menjaga tradisi pembacaan Al-Qur’an dalam shalat tarawih ini hingga sekarang. Shalat tarawih di masjid Pesantren Al-Munawwir Krapyak dilaksanakan sebanyak 20 rakaat, ditambah 3 rakaat shalat witir. Selama bulan Ramadhan, Al-Qur’an dikhatamkan dua kali dalam shalat tarawih dengan imam KHR. Muhammad Najib Abdul Qodir, cucu pendiri pesantren. Khataman pertama digelar pada malam 20 Ramadhan bersama dua ribuan jamaah, baik santri maupun warga sekitar. Artinya, dari malam pertama hingga malam ke dua puluh Ramadhan dibacakan 30 juz di dalam shalat tarawih. Berarti setiap malam dibacakan 1,5 juz Al-Qur’an dalam 20 rakaat tarawih selama kurang lebih satu jam. Selesai tarawih dan witir, digelar majlis tahlil dan doa khatmil Qur’an serta makan bersama. Mulai malam 21 hingga malam terakhir Ramadhan, bacaan ditambah menjadi 3 juz tiap malam.Sehingga otomatis durasi shalat pun menjadi berlipat ganda, yakni dua jam. Sebagai imam shalat tarawih ini, Kiai Najib membacakan ayat-ayat Al-Qur’an dengan cara hadr, yakni pembacaan cepat namun tetap tartil atau sesuai dengan aturan-aturan tajwid. Dalam teknik pembacaan Al-Qur’an, ada beberapa macam pembacaan menurut kecepatan atau temponya. Pertama,tahqiq, yakni membaca Al-Qur’an dengan lambat agar bisa tepat menempatkan hak-hak huruf yang semestinya, mulai dari makhraj, sifat-sifat huruf, maupun mad-qosr. Cara pembacaan ini dipraktekkan oleh Kiai Najib dalam pengajian Al-Qur’an secara talaqi bakda shubuh maupun simakan Al-Qur’an bakda dzuhur di Pesantren Al-Munawwir Krapyak. Kedua, Tadwir, yakni bacaan dengan kecepatan sedang, tidak lambat tidak pula cepat. Ketiga, hadr, atau pembacaan cepat, tentu saja harus tetap sesuai dangan kaidah tajwid dan memperhatikan makhraj huruf. Sehingga tidak ada huruf yang terlipat atau saling tumpang tindih, tentu temponya disesuaikan dengan ukuran dan kemampuan qari. Pembacaan semacam ini dipraktekkan dalam pelaksanaan shalat tarawih di Masjid Pesantren Al-Munawwir Krapyak. (Zia Ul Haq/Mukafi Niam) Sumber: NU Online