Deputi Komisioner OJK bidang pengawasan, Eddy Setiadi, mengatakan bahwa Fatwa MUI tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang dikatakan tidak sesuai dengan syariah harus disikapi secara benar.

"Dalan arti bahwa pihak-pihak yang bersangkutan harus duduk bersama merumuskan bentuk yang tepat, sehingga tidak kontra produktif terhadap program pemerintah untuk menyehatkan masyarakat," jelasnya pada seminar tentang BPJS di Kampus UI Salemba, Jakarta, Jum’at (21/8).
Ia memberi solusi agar pengelolaan BPJS secara syariah harus dilakukan secara gradasi agar tidak menimbulkan masalah di kemudian hari. Ia mencontohkan pengelolaan BPJS di Malaysia dengan membuka layanan syariah melalui sistem window. “Kalau pengelolaan ini sudah baik dapat ditingkatkan menjadi semacam unit usaha seperti pada pertumbuhan perbankan syariah,” ungkap Eddy. Dalam kesempatan tersebut, Ketua Komisi Dakwah MUI, Cholil Nafis, mengatakan bahwa keputusan Ijtimak Ulama di Tegal beberapa waktu lalu sama sekali tidak untuk menjegal program Indonesia sehat melalui program BPJS. Menurutnya, MUI sangat mendukung program Indonesia sehat, karena itu agar seluruh lapisan masyarakat dapat mengikutinya pemerintah perlu membuat BPJS yang sesuai ketentuan syariah. “Kalau mau di percaya masyarakat tentu sistemnya harus dirubah, dan benar-benar menjadi BPJS Syariah,” ujarnya. Cholil Nafis mengingatkan bahwa adanya keraguan sebagian masyarakat muslim bahwa BPJS tidak sesuai syariat sudah berkembang sebelum munculnya keputusan ijtimak. Karena itu, menurutnya, keputusan ijtimak harus dipahami sebagai aspirasi umat Islam yang menghendaki dapat mengamalkan ajaran Islam dalam berbagai segi. “Seminar ini tentu menjadi masukan kepada penyelenggara BPJS agar merubah sistem yang terbaik dan sesuai syariat Islam,” ungkapnya Sementara itu, Muhammad Syakir Sula, salah seorang ahli asuransi Islam, membenarkan bahwa jika BPJS Kesehatan dilihat dari perspektif muamalah Islam maka masih banyak hal yang belum sesuai dengan ketentuan syariah seperti adanya ghoror dan maisir. Ia menjelaskan bahwa kontroversi yang terjadi karena masing-masing pihak melihat dari perspektifnya. Yang perlu ditegaskan sebenarnya mengkategorikan BPJS sebagai asuransi atau penjaminan agar akadnya jelas. Tetapi menurut Syakir, belum sesuainya BPJS Kesehatan dengan ketentuan syariah menurut MUI bukan berarti masyarakat dilarang ikut BPJS. Menurutnya, hal itu diserahkan kepada masyarakat sebagaimana masyarakat menyikapi lembaga-lembaga keuangan konvensional di negeri ini. Syakir menegaskan bahwa BPJS kesehatan sangat mungkin dikelola dengan sistem syariah. Dalam padangan Dr. Buddi Wibowo, salah seorang pengamat dari Universitas Indonesia, bahwa BPJS merupakan kebutuhan masyarakat modern saat ini. Di negara-negara lain jaminan sosial ini sudah berkembang dengan baik. Karena itu fatwa MUI jangan diartikan sebagai penghambatan tetapi justru sebagai semangat untuk memperbaiki sistem yang ada. Red: Mukafi Niam Sumber: NU Online