Warga Desa Tegaldowo dan Timbrangan, Kecamatan Gunem, Rembang, Jawa Tengah, terus mengggelar aksi penolakan pembangunan pabrik semen di Rembang. Berbagai bentuk aksi digelar warga Rembang, termasuk melalui kesenian

Seperti yang dilakukan Ahmad Ghufron (38 tahun), warga Dusun Garang, Desa Telogomojo, Kecamatan Rembang. Seniman satu ini menciptakan sebuah syiir shalawat langgam Jawa yang mirip dengan tembang mocopat untuk menyampaikan aspirasi warga Tegaldowo tentang penolakan mereka terhadap aksi penambangan Gunung Kendeng. Ghufron menjelaskan, dirinya merasa tergugah saat melihat ratusan warga yang gigih dalam melakukan penolakan demi kelestarian lingkunga di masa depan. Dengan syiir itu ia berharap dapat menyampaikan aspirasi masyarakat di sekitar area lahan tambang yang saat ini masih dihantui rasa cemas akan hilangnya wilayah resapan air mereka akibat penambangan tersebut. "Dengan syiir ini saya berharap akan lebih mengena di hati para penguasa untuk peduli kepada masyarakat dan lahan pertanian,” ujarnya. Ghufron bercerita, semula ia terjun mendampingi masyarakat penolak pembangunan pabrik semen, ketika kali pertama mengisi pengajian haul Mbah Ronggo Dipo, sesepuh warga Desa Tegaldowo. Tanpa dibayar, ia mengawal aksi warga. Ghufron mengaku memperoleh banyak manfaat dari usahanya ini, seperti bertambahnya saudara baru dan hangatnya sambutan warga. Pria lulusan IAIN Walisongo Semarang ini menambahkan, yang paling ia khawatirkan dari rencana pembangunan pabrik semen di Rembang adalah terkait sumber air, yang lama-lama berkurang akibat maraknya penambangan. Padahal Kabupaten Rembang dikenal sebagai daerah rawan kekeringan. Saat musim kemarau seperti sekarang, banyak warga yang mesti berburu air. Menurutnya, kondisi ini juga terkait dengan nasib anak cucu kelak, yang akan menerima warisan tidak mengenakkan, seperti lahan pertanian yang kian menyempit atau polusi akibat penggundulan sebagian hutan. (Ahmad Asmu'i/Mahbib) Sumber: NU Online