Kementerian Agama RI menggelar konferensi tahunan ilmiah internasional atau Annual International Conference on Islamic Studies (AICIS) di Manado. Kegiatan bertema “Harmoni in Diversity: Promoting Moderation and Preventing Conflicts in Socio-Religious Life” tersebut berlangsung dari Kamis (3/9) sampai Ahad (6/9).

Menurut Rektor IAIN Mataram, Nusa Tenggara Barat Dr. Mutawalli, AICIS merupak moment bertemunya para cendekiawan yang sangat bagus sebagai pertemuan berbagai gagasan. Program Kementerian Agama itu, harus terus dilakukan untuk mendorong para dosen, Perguruan Tinggi Islam supaya secara bersama-sama mengembangkan keilmuan. AICIS 15 dengan tema Harmoni tersebut, menurutnya sangat kontekstual dengan kehidupan Indonesia sekarang. Sangat cocok di tengah maraknya pandangan yang mengklaim diriinya paling benar yang sering menghakimi pihak lain salah. Ia mengusulkan agar pemikiran-pemikiran yang mengemuka di AICIS nantinya tidak hanya berkembang hanya di kalangan dosen, tapi harus lebih memasyarakat. Paling tidak melibatkan tokoh-tokoh masyarakat dan agama supaya bisa sampai ke khalayak umum. “Beberapa hari lalu, saya berbcara di Kementerian Dalam Negeri di sebuah seminar di Mataram. Saya menyatakan, tokoh masyarakat, ulama berperan penting memberikan pemahaman tentang hidup bersama dalam perbedaan.” Ia mencontohkan, Abdullah bin Azam mampu menghipnotis para pemuda muslim, termasuk Indonesia, ikut perang dengan argumentasi jihad. Seharusnya, tokoh agama yang menyerukan damai mampu menghipnotis pemuda, melalui ceramah miisalnya, untuk menciptakan kedamaian. “Menciptakan kedamaian adalah jihad yang sesungguhnya, bukan jihad untuk berperang,” tegasnya. Salah satu yang bisa dijelaskan kepada masyarakat, katanya bahwa agama itu tidak hanya peribadatan-peribadatan yang sifatnya mahdloh, tapi agama juga memiliki nilai-nilai keadaban, spiritual, kekeluargaan. Senada dengan Mutawalli, dosen Institut Sultan Amai Gorontalo Muhidin juga berpendapat AICIS penting untuk tetap dilanjutkan sebagai sarana silaturahim para cendekiawan. Terkait tema harmoni dalam perbedaan pada AICIS ke-15 ini, menurut dia, sangat penting untuk meningkatkan toleransi karena tak sedikit masyarakat yang sudah terkontaminasi paham radikal. Termasuk kalangan mahasiswa. Pria yang sedang menyusun disertasi tentang filsafat akhlak dalam kitab Tashilu Nadr wa Ta'jil wa Dafar tersebut meminta supaya paper para dosen di AICIS ini bisa dibukukan dan dipublikasikan ke masyarakat, disamping bisa diakses juga di internet. (Abdullah Alawi) Sumber: NU Online