Gus Sholah: Bagaimana Umat Islam Mengejar Ketertinggalan?

  • Post author:
  • Post category:Ke-NU-an

Yogyakarta, Berdasarkan studi Rehman dan Askari, keislaman semua negara Muslim tidak tinggi. Dari empat indeks ukuran (economic islamicity, legal and governance islamicity, human and political islamicity, international relation islamicity), yang didasarkan pada Qur’an dan Sunnah, hasilnya keislaman rata-rata negeri Muslim berada pada nomor 137 dari 208 negara.

Demikian disampaikan Pengasuh Pesantren Tebu Ireng Jombang KH Salahuddin Wahid dalam seminar bertajuk “Islam Nusantara dan Islam Berkemajuan untuk Indonesia” yang diselenggarakan di Convention Hall  UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, Selasa (6/10) pagi.

“Umat Islam sedunia terus mengalami ketertinggalan. Ketertinggalan keilmuan dan teknologi. Indonesia berada pada urutan 140. Karenanya, umat Islam harus berjuang keras untuk meningkatkan kesejahteraan umat dan ketertinggalannya,” tutur kiai yang kerap disapa Gus Sholah tersebut.

Lebih lanjut Gus Sholah menyampaikan, bagaimana umat Islam harus berjuang mengejar ketertinggalan? Setiap keluarga dan individu Muslim harus melakukan transformasi menuju akhlak mulia.

“Keluarga adalah benteng paling kokoh dan persemaian paling baik bagi penanaman nilai, budi pekerti, dan akhlak.  Kaum Muslim hendaknya tidak hidup secara tertutup, tetapi terbuka, bermartabat dan setara,” ujar adik Presiden ke-4 RI KH Abdurrahman Wahid.

Gus Sholah menjelaskan, ajaran Islam sesungguhnya begitu baik, tetapi dalam penerapannya amat kurang. Salah satu cara untuk menerapkan Islam secara baik adalah dengan menerapkan kejujuran. Islam amat mengutamakan kejujuran.

“Seandainya memang kita menyadari belum berlaku jujur, hendaknya kita terus berjuang keras untuk menjadi orang-orang yang jujur,” tegasnya.

Menurutnya, untuk mengejar ketertinggalan, dibutuhkan tiga strategi, yakni demokrasi, akhlak, dan ilmu. Agar strategi bisa dilakukan diperlukan tujuh persyaratan, yaitu kestabilan politik, kemajuan ekonomi, pemahaman keagamaan inklusif, pemikiran keagamaan modern, mengurangi dometifikasi, kemandirian, dan tagaknya hukum.

Seminar yang diikuti ratusan mahasiswa UIN Sunan Kalijaga ini juga mengadirkan Haedar Nashir sebagai nara sumber. (Suhendra/Mahbib)

Sumber: NU Online