Skip to content

emka.web.id

Menu
  • Home
  • Indeks Artikel
  • Tutorial
  • Tentang Kami
Menu

Pelajar NU Banyuwangi Semangati Santri Menulis

Posted on October 23, 2015 by Syauqi Wiryahasana
Banyuwangi,
Pada diskusi perihal santri yang diadakan PAC IPNU Banyuwangi di aula pesantren Al-Anwari, Kertosari kabupaten Banyuwangi, sejumlah narasumber mencoba mengangkat kalangan santri dari aspek perjuangan dan penulisan. Mereka mengungkap sejarah panjang kalangan santri yang bergulat dengan ide dan praktik nilai luhur di kehidupan masyakarat.

“Santri itu berasal dari bahasa Sansekerta, shastri atau shastra. Artinya bacaan yang luhur,” kata Suhailik membuka diskusi dalam rangka Hari Santri Nasional, 22 Oktober 2015. Dalam diskusi yang bertajuk “Perjuangan Santri untuk Bangsa” itu, Suhailik menjelaskan peranan santri dari awal kedatangan Islam sampai masa kemerdekaan. Guru sejarah yang juga aktif menulis penelitian-penelitian tentang sejarah lokal Banyuwangi itu mengupas secara detail tentang peranan santri. “Santri selalu berada digaris depan perjuangan untuk bangsa ini,” pungkasnya. Narasumber lain Barur Rohim memaparkan urgensitas Hari Santri dalam konteks saat ini. Menurut Direktur Rumah Baca Mawar ini, santri dan pesantren merupakan bagian dari peradaban kitab. Di mana, semua tindakan maupun keputusan yang diambil ulama-santri selalu mengacu pada kitab kuning. “Resolusi Jihad yang dicetuskan Hadratusysyekh KH Hasyim Asyari itu pun tak terlepas dari kitab Bugyatul Mustarsyidin karya Habib Abdurrahman Ba’alawi,” ujar Barur. Keterhubungan perjuangan santri yang didasari oleh kitab itu juga dapat ditemukan dalam berbagai peperangan yang digerakkan oleh kaum santri. Barur Rohim menyebutkan beberapa judul kitab yang menginspirasi perjuangan kalangan ulama-santri. Salah satunya adalah karya Syekh Abdussamad al-Palimbani, Nashihatul Muslimin wa Tadkiratul Mukminin fi Fada’illil Jihad fi Sabilillah wa Karamatil Mujahidin.Kitab yang mengupas tentang keutamaan berjihad tersebut menginspirasi terjadinya Perang Sabil di Aceh pada abad ke-19. Salah satu tokohnya adalah Teungku Cik Di Tiro. Peradaban kitab yang menjadi acuan kalangan pesantren dari masa ke masa itu menuntut santri untuk turut serta memproduksi teks (kitab). Jika pada masa kolonialisme, kitab-kitab banyak dikaji dan ditulis dalam konteks jihad fi sabilillah, maka saat ini produksi tulisan yang dikeluarkan santri haruslah menjawab wacana saat ini. Seperti halnya radikalisme agama, kesejahteraan, korupsi, dan lain sebagainya. Barur Rohim juga mengingatkan tentang perlunya tulisan-tulisan khas pesantren yang moderat dan penuh toleransi untuk disebarluaskan di internet. Internet sebagai rujukan informasi dewasa ini, perlu diperbanyak konten tulisan yang menyejukkan di tengah gempuran situs-situs radikal dan intoleran. “Inilah refleksi hari santri. Di tengah peperangan pemikiran di dunia maya maupun dunia nyata, santri dengan perspektif kepesantrenannya haruslah menulis. Menulis adalah salah satu medan jihad yang terpenting untuk saat ini,” kata Barur di hadapan sekitar 150 orang yang memadati ruangan. Peserta terdiri atas santri, mahasiswa, dan aktivis IPNU-IPPNU. Acara diawali dengan tahlil untuk para pejuang itu. Ketua panitia acara Sholeh Kurniawan mengaku puas atas penyelenggaraan diskusi ini. “Selaku panitia, saya merasa puas dan banyak pengetahuan baru yang saya dapat. Saya kira peserta lain juga merasakan hal yang sama.” (Ayung/Alhafiz K) Sumber: NU Online
Seedbacklink

Recent Posts

TENTANG EMKA.WEB>ID

EMKA.WEB.ID adalah blog seputar teknologi informasi, edukasi dan ke-NU-an yang hadir sejak tahun 2011. Kontak: kontak@emka.web.id.

©2024 emka.web.id Proudly powered by wpStatically