
Dia berpendapat, pengurangan jam belajar dari 6 hari menjadi 5 hari yang berimplikasi pada pemadatan jam belajar dari pagi hingga sore, justru berdampak pada hilangnya jam belajar mereka di lembaga-lembaga diniyah takmiliyah (pendidikan agama). Selama ini, tambahnya, kebanyakan anak-anak usia sekolah SD hingga SMP, selain bersekolah di lembaga pendidikan formal di pagi hari, pada sorenya mereka juga belajar mengaji, baik di masjid, di musholla, maupun lembaga diniyah lainnya. Menurut Helmy, ini sudah menjadi tradisi yang tak bisa dihilangkan. Alasan lainnya, Helmy meyakini pendidikan diniyah berperan penting dalam membangun akhlak dan budi pekerti siswa, yang sedikit sekali mereka dapatkan dari sekolah umum. “Jika konsekuensi dari pemadatan jam sekolah ini menghilangkan waktu siswa belajar ilmu agama, sudah pasti akan berdampak langsung pada kualitas output pendidikan yang dihasilkan,” ujarnya di Jakarta, Jumat. Dia mengingatkan, setinggi apapun kepandaian jika tidak dibekali dengan akhlak yang baik, tidak akan melahirkan kader-kader bangsa yang berintegritas. Penolakan serupa juga telah dilakukan oleh warga NU arus bawah dari berbagai wilayah di Jawa Tengah. Akhir pekan lalu, sedikitnya seribu pelajar dan santri di Lasem, Rembang, Jateng, melakukan aksi protes terbitnya Surat Edaran Gubernur Jawa Tengah tersebut. (Red: Mahbib) Sumber: NU Online