
GP Ansor Didorong Terus Jiwai Spirit Perjuangan Para Kiai
Yogyakarta, Ansor tidak cukup meluapkan kegembiraan dan silaturrahim dalam kongres saja, tetapi Ansor mestinya menancapkan spirit perjuangan para kiai dalam menyusun eksemplar gerakannya untuk bangsa dan negara. Tanpa spirit para kiai, Ansor akan bias kehilangan ruhnya. Ruh yang sudah ditancapkan dengan kuat para kiai pendiri NU.
Demikian ditegaskan HM Lutfi Hamid, Ketua Lembaga Ta'lif wan Nasyr (LTN) PWNU DIY dalam arena Kongres XV di Pesantren Sunan Pandanaran, Sleman, Yogyakarta, Kamis (26/11).
Lutfi juga menegaskan, Ansor adalah anak kandung NU. Makanya, Ansor itu adalah santri. Jangan sampai gerak langkah Ansor malah menjauh dari jiwanya para kiai.
"Marilah sahabat-sahabat yang ada di Ansor kembali kepada jati diri NU. Kiai Hasyim Asy'ari, Kiai Wahab Chasbullah, Kiai Bisri Syansuri, Kiai Ali Maksum, Kiai Ahmad Siddiq, Kiai Ilyas Ruhiyat, Kiai Sahal Mahfudh adalah para teladan yang tidak ada habisnya bagi Ansor, walaupun mereka sudah tiada," tegasnya.
Karena kongres ini dilaksanakan di Yogya, lanjut Lutfi, sudah sepatutnya Ansor melihat dengan cermat sosok KH Ali Maksum, Rais Aam PBNU 1981-1984. KH. Ali Maksum tidak memberi toleransi terhadap perilaku santri yang cenderung mengabaikan penghormatan terhadap ilmu, guru, dan kitab. Bahkan dia tidak jarang menyuruh santri membatalkan puasa sunnah yang mengakibatkan terabaikannya waktu untuk belajar.
"Pengetahuan dalam persepsi KH Ali Maksum merupakan senjata untuk menjawab tuntutan zaman. Dan keberkahan atas ilmu yang didapatkan adalah rasa hormatnya santri terhadap guru," tegas Lutfi yang juga Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten Sleman.
Ansor, tandasnya, juga harus berguru yang Kiai Mufid Mas'ud, pendiri Pesantren Sunan Pandanaran, yang dengan seutuh perjuangannya terbukti melahirkan pesantren yang total dalam mendidik santri penerus perjuangan bangsa. (Rohim/Fathoni)
Foto: KH Ali Maksum, KH Munasir Ali, KH As'ad Syamsul Arifin.
Sumber: NU Online
