Karanganyar,
Pagi itu siswa kelas V Madrasah Ibtidaiyah Ma’arif NU Desa Pojok, Kecamatan Mojogedang, Kabupaten Karanganyar, tampak sibuk menata posisi tempat duduk, dari yang semula berjajar ke samping dan ke belakang, menjadi saling berhadapan. Rupanya, mereka tengah bersiap menerima materi ke-NU-an bertema Wali Songo, dengan subtema Sunan Kudus.

Setelah menyampaikan perjalanan dakwah Sunan Kudus dan karyanya berupa tembang Maskumambang dan Mijil, seorang guru Sabtu (7/11) itu mengajak siswanya mengupas pesan yang terkandung di dalam tembang tersebut. Mulai dari bait pertama yang berbunyi “
Dedalane guno lawan sekti” , maksudnya jalan agar seseorang bisa menjadi bermanfaat dan sakti.
“Bermanfaat bagi orang lain dan sakti karena selalu menyadari bahwa tujuan hidupnya adalah kembali pada Allah,” jelas guru yang enggan disebutkan namanya ini.
Bait kedua,
“Kudu andhap asor”;
pesannya kita diajak untuk rendah hati atau tawaduk, yang berarti harus bisa menempatkan diri sehingga kita bisa selalu menghargai orang lain dengan perasaan tulus penuh kasih sayang sebagai sesama manusia.
Wani ngalah dhuwur wekasane adalah bait ketiga. Lanjutnya, ini memiliki makna berani mengalah akan mulia pada akhirnya, begitu kira-kira artinya. Dalam Islam sendiri kita sangat paham bahwa musuh paling besar seorang manusia adalah dirinya sendiri, egonya sendiri. Mengalah bukan berarti kita kalah terhadap orang lain. Mengalah adalah ketika kita bisa menang atas nafsu amarah yang ada dalam diri. Kita mampu memimpin diri kita sendiri. Itulah arti mengalah, dan hal tersebut memang butuh keberanian. Memiliki sikap mengalah akan meningkatkan derajat kita sebagai seorang Muslim di mata Allah Ta’ala.
“Ada juga yang mengatakan
ngalah itu maksudnya menuju Allah, sebagaimana
ngulon yang artinya menuju
kulon (barat),” imbuhnya.
Tumungkula yen dipun dukani. Artinya tertunduklah bila kita dimarahi. Maksudnya apabila kita sedang dimarahi seseorang, berusahalah selalu agar hati tetap dingin dan tidak ada keinginan untuk melawan meskipun terkadang kita sebenarnya tidak bersalah. Bukan masalah benar atau salah ketika kita dimarahi, tapi yang penting adalah berserah diri kepadaNYa, introspeksi diri kita, bersihkan hati dari hal-hal yang memperkeruhnya kita supaya kita bisa menjaga niat yang lurus menuju kepadaNya.
Bapang simpangi. Bapang den adalah nama sebuah gubahan tarian yang bisa dikonotasikan sebagai bentuk hura-hura. Bait ini bisa diartikan agar orang sebaiknya menghindari hal-hal yang bersifat hura-hura. Lebih jauh lagi dimaknai sebagai hal-hal yang hanya ada di permukaan. Karena konotasi bapang bisa juga diperluas kepada hal-hal yang hanya tampak indah dipermukaan tapi dalamnya rapuh. Mungkin ini bisa dijabarkan kepada sikap-sikap pragmatis, yang menuhankan eksistensi dan pencitraan diri semata, sifat suka dipuji, senang kalau orang lain mengagung-agungkan kita. Hal itulah yang sebaiknya dihindari.
Ono catur mungkur. Bait terakhir ini memiliki makna ajakan untuk mengindari pergunjingan baik itu fitnah atau ghibah. “Jangan dengarkan pembicaraan yang menjelek-jelakan orang lain , apalagi melakukan perbuatan tersebut,” pungkasnya.
(Ahmad Rosyidi/Mahbib)
Sumber:
NU Online