
Surabaya, Pernyataan salah seorang anggota DPR RI dari Fraksi Kebangkitan Bangsa (FKB) Siti Masrifah tentang rencana Undang-Undang Minuman Beralkohol (RUU Mihol) sangat melukai hati warga dan kiai Nahdlatul Ulama (NU) khususnya di Surabaya. Pernyataan Masrifah dinilai mencederai perjuangan nahdliyin dan kiai NU Surabaya untuk Peraturan Daerah (Perda) Pelarangan Mihol. Pernyataan Masrifah itu dimuat di salah satu media harian pada Senin (16/5), bahwa pihaknya mengisyaratkan lebih menyetujui pengendalian dari pada pelarangan mihol. Hal ini dinilai bertentangan dengan semangat para nahdliyin terutama para kiai yang sedang memperjuangkan pelarangan miras. NU Surabaya rencananya akan mengampanyekan gerakan nasional Indonesia Bersih dari Miras dan Narkoba. "Pernyataan seperti itu, cermin dari hilangnya sensitifitas wakil rakyat terhadap problem moral-sosial yang dirasakan rakyat akibat dampak mihol seperti pemerkosaan, perampokan, pembunuhan, serta berbagai kejahatan, dan kecelakaan," kata Ketua NU Surabaya H Achmad Muhibbin Zuhri saat dihubungi , Senin (16/5). Ia juga menilai pernyataan anggota dewan ini lebih berargumentasi membela golongan minoritas yang masih memerlukan mihol untuk keperluan agama tertentu. Padahal pada saat pembahasannya di Surabaya, hal ini sudah klir bahwa tak satu pun agama menghalalkan mihol. Bahkan perda pelarangan mihol juga didukung oleh para pemuka agama selain Islam. "Atas nama warga dan NU Surabaya saya berharap Siti Masrifah meninjau kembali pernyataannya, instropeksi sebagai wakil rakyat, dan menyadari kekhilafan ini," tegasnya. Ia juga berharap pimpinan PKB dan fraksi PKB memberikan teguran kepada anggota Panitia Kerja (Panja) RUU Mihol ini karena telah nyata melakukan tindakan indisipliner terhadap sikap fraksi dan partai yang telah menegaskan dukungannya terhadap perda dan RUU pelarangan mihol. Lain soal kalau pernyataan itu merupakan sikap resmi PKB. NU Surabaya meminta PKB agar mengusut kemungkinam keterlibatan Masrifah dengan pihak-pihak yang berkepentingan dengan produksi dan peredaran mihol. "Supaya bisa memperoleh kesimpulan yang jelas, apakah yang bersangkutan bertindak atas pesanan kelompok kepentingan tertentu, atau atas kekhilafan dan ketidakmengertiannya," pungkasnya. (Rof Maulana/Alhafiz K) Sumber: NU Online