Tak ada kenikmatan sempurna. Seperti contoh: dianya baik, respon orang buruk. Dianya baik, akalnya digunakan optimal, punya banyak pengaruh, eh malah keluarganya ogah-ogahan. Orangnya pandai, keluarga baik, tapi sakit-sakitan. Semuanya baik-baik saja, tapi istrinya galak.
Menyikapi istri galak cum nir akhlak itu para ulama rata-rata memiliki sikap yang sama. Yaitu murah hati, lapang dada, sabar yang dicakup oleh istilah halim. Soal istri yang tak berakhlak ini, Sidi Syekh Ali al-Khawash mewejang “Etika baik buruk istri tergantung sang suami, karena dari tulang rusuk suamilah istri diciptakan. Jika seseorang tak tahu hal buruk apa yang ada pada dirinya sendiri, tengoklah pada istrinya, sebab istri pantulan dari suami,” sebagaimana dikutip oleh murid kinasihnya Syekh Sya’rani dalam al-Uhud al-Muhammadiyah. “hal ini seringkali tidak disadari oleh kebanyakan orang sehingga mereka sambat dan mengadukan etika buruk para istrinya, dan mereka sendiri tak menyadari dirinya sendiri bagaimana,” lanjut guru spiritual Syekh Sya’rani yang tunaaksara itu.
Syekh Ali sendiri punya istri yang berperangai buruk. Ketika istrinya melakukan banyak kezaliman, beliau malah mengatakan “kezaliman itu dariku, bukan darinya, sebab istriku adalah pantulan dari amalku,”. Allah.
Banyak orang yang menyangka jika diperlakukan buruk oleh istri adalah tanda suami tak punya harga diri. Justru egoisme kaum maskulin itulah salah satu pemicu besarnya kasus perceraian. Sebagaimana kata Yusuf As-Susi dalan buku best sellernya ash-Shabru ‘alaz Zaujat. Lapang dada dan murah hati pada pasangan adalah akhlak orang-orang besar.
Baca juga: Kecintaan Syekh Yusuf An-Nabhani Kepada Nabi Muhammad Saw
Imam Ibnu Ajibah berkata “Kesabaran suami atas seorang istri yang buruk perilakunya bukanlah sebuah kehinaan atau kalah, tapi justru itu namanya seorang yang memiliki sifat halim (murah hati),”
“Sebab,” sambungnya “Kekuatan seperti apa yang dimiliki perempuan sampai-sampai ia bisa mengalahkan laki-laki?” Kata penulis Iqazhul Himam syarah al-Hikam fenomenal itu dalam al-Fahrasat.
Dulu ada idiom populer “Perempuan mengalahkan orang-orang mulia, dan tak ada yang mengalahkan kaum perempuan kecuali orang durjana,”
Imam Ibnu Ajibah seorang habib dari Maroko yang punya banyak istri. Istrinya seringkali cemburu. Kalau cemburu, mereka bisa gelap mata. Pernah suatu hari beliau sedang di tempat khalwatnya. Tempat khalwatnya adalah sebuah ruang yang posisinya di bagian tinggi di dalam rumah. Tiba-tiba salah satu istrinya menghampirinya dengan muka masam, memegang kerah bajunya dan menyeret ke bawah sampai beliau menggelundung. Tak selesai di situ. Istrinya masih menyereset sampai dekat pintu, terus mengusirnya keluar rumah. Setelah keluar, pintu ditutup dan dikunci. Semalaman beliau tidur di luar rumah.
Pernah juga ketika beliau tidur, diseret dan dihempaskan ke lantai.
Ada yang tak kalah mengerikan lagi. Suatu ketika pas pulang ke salah satu istrinya beliau membawakan adonan keju. Beliau duduk istitahat di kursi dekat tembok. Tak dinyana istrinya menyambutnya dengan kemurkaan yang luar biasa. Dilemparkan keju itu ke lantai, lalu diinjak-injak. Setelah itu dilemparkan ke wajah ulama khatismatik itu. Dan…. kepala beliau dibenturkan ke tembok dengan keras!
Baca juga: Kisah Hikmah Klasik (7): Rahasia Masa Kecil Nabi SAW
Itu hanya contoh sebagian dari perilaku istri beliau yang beliau tuliskan di al-Fahrasat sebagaimana dinikil oleh Yusuf as-Susi. Dengan perilaku di luar batas itu, jangankan membalas dengan hal buruk juga atau, lebih jauh lagi, menceraikan, beliau malah memakluminya. “Orang cemburu itu harus dimaklumi atas apa yang dilakukannya,”
Dan para ulama yang istrinya berperangai buruk dalam lelaku maupun lisan, hanya sedikit dari mereka yang menceraikan istrinya karena perilaku buruknya. Dengan keburukan itu, bagi para ulama, ada banyak hal yang mereka dapatkan yaitu belajar senantiasa sabar, menghapus dosa-dosa, intropeksi diri, dan tentu saja menggagalkan upaya syetan untuk memisahkan suami istri dengan tidak menceraikannya.
Imam Ghazali dalam al-Ihya mengatakan “Sabar atas buruknya lisan istri adalah bagian dari ujian bagi para wali Allah,” Sidi Ali al-Khawash juga mentakan “Hanya sedikit para wali Allah yang tidak memiliki istri yang memeperlakukan dirinya dengan buruk, baik dengan perilaku ataupun lisan,”
Jika itu Imam Ibnu Ajibah dan beliau amat memaklumi, bagaimana dengan kita yang jangankan ilmu, gantengpun tak seberapa ini?
Baca Juga
Artikel ini di kliping dari Alif.id sebagai kliping/arsip saja. Segala perubahan informasi, penyuntingan terbaru dan keterkaitan lain bisa dilihat di sumber.