Ketua Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (Lakpesdam) NU Kalimantan Timur (Kaltim) Asman Azis mengatakan spirit Resolusi Jihad masih relevan untuk didengungkan karena saat ini Nahdliyin berhadapan dengan dua kutub ekstrem ideologis.

Pertama, kata dia, mengentalnya fundamentalisme agama dengan wajahnya islam radikal dan puritan. Kedua, lemahnya negara yang disusupi oleh ideologi ekonomi pro pasar bebas dan pro eksploitasi sumberdaya alam. “Di Kaltim, jelas dia, fundamentalisme pasar ini mengambil wujud masuknya investor dan tambang asing yang bercokol dan mengeksploitasi sumberdaya alam,” katanya pada seminar bertema Meneguhkan Kembali Resolusi Jihad, Mendayung diantara Arus Fundamentalisme Agama dan Pasar tersebut di Auditorium Kampus Universitas Mulawarman, Samarinda pada 10 November lalu. Ia menambahkan, investor asing tersebut meninggalkan kerusakan lingkungan seperti banjir, rusaknya hutan alam, lubang bekas tambang yang mencabut nyawa anak-anak dan pencemaran udara dan air. “Jadi dari segi ekonomi dan sumberdaya alam kita masih dijajah, maka jihad masih diperlukan,” pungkasnya pada kegiatan yang digelar Lakpesdam PW NU Kaltim tersebut. Soal peringatan Hari Santri, Ketua PBNU KH Farid Wadjdy mengatakan peringatan yang disandingkan dengan hari Pahlawan ingin menegaskan peran santri dan kaum Nahdliyin dalam perjuangan bangsa ini merebut kebangsaan. “Terbukti bahkan seorang Soekarno pun harus meminta pendapat ulama NU yang akhirnya melahirkan Resolusi Jihad,” ujar dan Rektor Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Kaltim. Resolusi tersebut, kata dia, menjadi motivasi perjuangan di peristiwa perjuangan fisik 10 November di Surabaya saat itu. Narasumber seminar adalah Pengasuh Ponpes Syechona Cholil Samarinda KH Buchori Noor dan Ketua Program S2 IAIN Samarinda Hj. Siti Muriah. Keduanya mengingatkan bahwa definisi dan kategori santri tidak hanya yang berada di Pondok Pesantren saja, akan tetapi menjadi kriteria moral dan integritas. “Kalau ada santri bahkan kiai yang masih bisa disogok dan korup maka ia bukan santri,” ujar KH Buchori Noor Mengingatkan Hadirin dan Peserta Seminar. Sementara Siti Muriah menjelaskan peran kaum perempuan pesantren dalam perjuangan merebut kemerdekaan. Ia juga mengingatkan bahwa kaum santri jangan terlena hanya karena terbit Kepres (Keputusan Presiden) tentang hari santri. “Jangan terjebak formalitas, percuma dapat hari santri jika hak-hak dan peran kaum santri secara hukum dan politik belum dipulihkan,” katanya. Kita semua tahu, lanjut dia, bahwa hingga saat ini penulisan sejarah masih belum direvisi, peran santri disembunyikan dari narasi ilmiah begitu juga ijazah alumnus pesantren dalam sistem pendidikan kita mestinya juga sudah setara. “Kaum santri tak boleh dianggap sebagai warga negara kelas dua,” ujar guru besar ilmu pendidikan islam ini menutup presentasinya. Pada kegiatan tersebut hadir ratusan warga Nahdliyin Kalimantan Timur yang terdiri dari santri, mahasiswa dan pengurus NU. [MJI/Abdullah Alawi]
Sumber: NU Online