Said Aqil: Prioritaskan TKI Trampil daripada TKW!
Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengusulkan agar pengiriman TKI berjenis kelamin pria lebih diprioritaskan dibanding Tenaga Kerja Wanita (TKW) untuk menjadi buruh migran di luar negeri.
Hal ini mengingat dari sejumlah kasus yang menimpa tenaga kerja Indonesia yang bekerja di luar negeri, yang menjadi korban sebagian besar adalah TKW. Terakhir, Ruyati dipancung di Arab Saudi pada Sabtu (18/6) sementara Darsem juga terancam hukuman mati, kecuali dia membayar diyat (denda) sebesar 4.6 milyar. Total terdapat 23 orang yang terancam hukuman mati.
“NU akan selalu membela para pembantu dan saya sudah mengusulkan kepada Menakertrans Muhaimin Iskandar agar TKI saja yang diperbanyak, jangan TKW,” katanya ketika memberi tausiyah dalam Harlah ke-61 Fatayat NU di Jakarta, Senin (20/6).
Kiai Said yang tinggal di Arab Suadi selama 13 tahun untuk menyelesaikan studinya sampai S3 menyatakan bahwa masyarakat Indonesia memperlakukan pembantunya jauh lebih baik daripada orang Saudi Arabia.
“Saya alami sendiri selama tigabelas tahun, para tenaga kerja kita dikungkung dalam tembok yang rapat,” katanya.
Dikatakannya, Duta Besar Saudi Arabia untuk Indonesia suatu ketika pernah mengajak diskusi soal TKI/TKW di negaranya, tetapi ditolaknya karena tak perlu ada basa-basi, kecuali pemerintah Saudi memperbaiki upaya perlindungan terhadap buruh migran yang bekerja di negaranya.
Perilaku seperti ini menunjukkan bahwa Islam Indonesia lebih Islami daripada mereka yang dekat dengan makam rasul, dekat dengan Ka’bah. “Islam Indonesia lebih beradab dan berbudaya,” tandasnya.
Ditegaskannya, upaya menjaga semangat kemanusiaan atau ruhul insaniyyah merupakan salah satu prinsip yang dipegang oleh NU. “NU menjaga harta, jiwa dan kehormatan, tak boleh mencoreng atau menghina martabat manusia,” paparnya.
Tiga dari empat semangat lain yang diungkapkan Kang Said dalam pertemuan tersebut adalah semangat beragama. NU mengutamakan sikap keagamaan yang berperdaban, berbudaya dan berakhlak.
“Tidak ada kekerasan dalam agama. Kalau tuhan menghendaki, semua umat manusia bisa menjadi Islam,” tandasnya.
Kepada para kader Fatayat, ia mengingatkan agar mampu mengarahkan putra-putrinya supaya tidak masuk dalam gerakan Islam radikal.
Semangat selanjutnya adalah semangat mencintai tanah air, “Allah telah memilihkan Indonesia menjadi tempat kelahiran kita, kita harus bersyukur dan meningkatkan kesetiaan dengan membela tanah air,” terangnya.
Ia menuturkan, pendiri NU, Hadratus Syaikh KH Hasyim Asy’ari, ketika masih di Makkah, selalu berdoa di multazam agar negerinya dibebaskan dari penjajahan. Tak heran, ada wartawan Arab yang menulis buku tentang Hasyim Asy’ari menyebutkannya sebagai peletak batu pertama kemerdekaan Indonesia. Kecintaan Hasyim Asy’ari juga ditunjukkan dengan dikeluarkannya Resolusi Jihad untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia tercinta.
Semangat selanjutnya adalah ruhul taaddudiyah atau semangat kebhinekaan. Keberagamaan merupakan tanda kekuasaan Allah. “Bagi NU, Indonesia yang terdiri dari 460 suku, semua saudara, tak boleh ada permusuhan, musuh yang sebenarnya adalah kezaliman,” tandasnya.