PKB: PBNU Pun Berhak Keluarkan Sertifikat Halal

  • Post author:
  • Post category:PKB

Jakarta – Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPR RI mendukung adanya lembaga sertifikasi halal swasta, atau yang didirikan dan dikelola oleh instansi bentukan non Pemerintah. Di negara maju seperti Amerika dan Austrlia, di mana penduduk muslim berpredikat minoritas, justru tidak ditemukan praktek monopoli lembaga sertifikasi halal.

Sekretaris FPKB DPR RI M. Hanif Dakhiri mengatakan, perlindungan terhadap konsumen, termasuk di dalamnya jaminan produk halal, adalah tanggung jawab negara. Meski demikian, caranya tidak melalui pemaksaan sertifikasi halal oleh pemerintah atau instansi bentukannya.

“Yang perlu digaris bawahi adalah untuk Indonesia yang mayoritas penduduknya muslim, semua produk harus diasumsikan halal, kecuali yang sudah jelas-jelas diketahui haram. Tapi sebagai kewaspadaan sertifikasi tetap harus dilakukan, namun tidak dengan cara pemaksanaan pelaksanaannya oleh Pemerintah atau instansi bentukannya,” kata Hanif dalam keterangan tertulis kepada redaksi www.dpp.pkb.or.id di Jakarta, Rabu (20/2/2012).

Ketua Umum DKN Garda Bangsa itu menambahkan, penilaian itu disampaikan atas dasar sertifikasi halal hendaknya dijalankan dengan sifat tak wajib, melainkan sukarela oleh produsen produk makanan dan jasa yang dipasarkan di tengah masyarakat.

“Meskipun tidak wajib, secara teoritik di Indonesia ini semua produsen pasti membutuhkan sertifikasi halal, agar bagaimana produk yang mereka pasarkan bisa diterima masyarakat muslim,” lanjutnya.

Terkait siapa yang berhak memberikan sertifikat halal, Hanif berpendapat hanya ulama sebagai pemegang otoritas agama dalam masyarakat yang bisa melakukannya. Dalam konteks ini semua organisasi yang di dalamnya berhimpun para ulama berhak melakukannya, seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, dengan catatan memenuhi kompetensi yang disyaratkan.

“Kalau seperti sekarang ini, hanya satu lembaga bentukan Pemerintah, kesannya sudah terjadi monopoli. Itu tidak sehat, karena selain akan menjadikan biaya sertifikasi tinggi, birokrasinya yang memakan waktu lama juga akan memberatkan produsen,” cetus Hanif.

Hanif juga mengatakan, FPKB DPR RI akan mendorong Pemerintah untuk menempatkan dirinya tidak sebagai pelaksana sertifikasi halal, melainkan menjalankan fungsi akreditasi, yaitu memastikan organisasi ulama yang hendak berpartisipasi dalam mengeluarkan sertifikasi halal agar memenuhi syarat-syarat yang diperlukan. Sikap Pemerintah ini dinilai akan memberikan variasi pilihan bagi masyarakat dalam memilih lembaga sertifikasi halal.
“Negara-negara maju seperti Amerika dan Australia sudah menerapkan ini, dengan tujuan utama memberikan perlindungan konsumen, terutama yang dari kalangan muslim,” tuntas Hanif.

Sebagaimana diketahui, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) beberapa saat lalu secara resmi meluncurkan Badan Halal NU, lembaga sertifikasi halal yang pendiriannya memiliki tujuan melayani kosumen dan produsen dari kalangan Nahdliyin. Langkah ini menjadi polemik, setelah LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI), satu-satunya lembaga sertifikasi halal yang diakui Pemerintah, menilai pendirian Badan Halal NU akan membingungkan masyarakat.

Ihwal penilaian ini, Badan Halal NU menegaskan keberadaannya tidak dalam rangka menyaingi lembaga sertifikasi halal yang sebelumnya sudah beroperasi. BHNU berdiri atas dasar permintaan umat, khususnya dari pengusaha dan konsumen dari golongan Nahdliyin.

“Sejak awal BHNU didirikan atas dasar mengakomodir keinginan umat Islam, khususnya pengusaha dan konsumen dari kalangan Nahdliyin. Jika dalam prakteknya mereka di luar NU juga mempercayakan labelisasi halal ke kami, kami siap,” tegas Ketua BHNU Prof. H. Maksum Mahfudh.

Adanya BHNU juga disebut oleh Maksum sebagai tambahan variasi bagi umat Islam untuk pengurusan label halal atas produk yang dibuat, dipasarkan, dan dikonsumsi. “Artinya ada pilihan bagi umat Islam. Tidak seperti sekarang yang cenderung terjadi monopoli,” lanjutnya.

BHNU juga mendesak ke Pemerintah, termasuk dalam hal ini DPR, agar dalam pembahasan Rancangan Undang Undang Jaminan Produk Halal (RUU JPH) membuka kesempatan pihak lain yang memiliki kompetensi untuk memiliki kesempatan yang sama memberikan label halal bagi produk yang beredar di tengah masyarakat. NU sebagai Ormas dengan pengikut umat Islam terbesar di Indonesia memiliki hak mendirikan lembaga labelisasi halal sendiri.

“Nantinya tugas Pemerintah ada di kontrol, membuat regulasi yang harus dipatuhi semua lembaga labelisasi halal. Pemerintah juga wajib mengontrol keberadaan lembaga, yang mana tidak memiliki kompetensi harus dilarang beroperasi,” urai guru besar Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada tersebut.

Sumber: DPP PKB