Skip to content

emka.web.id

menulis pengetahuan – merekam peradaban

Menu
  • Home
  • Tutorial
  • Makalah
  • Ke-NU-an
  • Kabar
  • Search
Menu

Tidak Ada Kolonialisme, Tidak Ada Negara-Negara

Posted on May 4, 2025

Pernahkah Anda memandang peta dunia dan bertanya-tanya mengapa perbatasan negara-negara di Afrika tampak seperti garis lurus yang tidak mengikuti fitur alam? Mengapa negara-negara di Timur Tengah sering terbagi begitu tajam seolah dipotong dengan penggaris? Jawabannya bukan terletak pada geografi, melainkan pada sejarah, khususnya sejarah kolonialisme. Perbatasan negara-negara di Afrika, misalnya, dibagi hanya dengan penggaris di meja konferensi oleh para kolonialis. Pembagian ini tidak hanya membentuk peta dunia modern, tetapi juga meninggalkan warisan yang masih memengaruhi politik global hingga saat ini.

Sebelum abad ke-15, peta dunia sangat berbeda dari yang kita kenal sekarang. Negara-negara dalam pengertian modern belum terbentuk. Yang ada hanyalah kerajaan, kesultanan, suku, dan konfederasi. Perbatasan mereka bersifat fleksibel, tidak digambar dengan jelas di peta, dan lebih sering ditentukan oleh kekuatan politik, budaya, atau geografi alam seperti sungai dan gunung. Di Afrika, misalnya, terdapat kerajaan-kerajaan besar seperti Mali, Songhai, Ethiopia, dan Benin. Di Asia, ada kerajaan seperti Majapahit, Mughal, Ottoman, dan Dinasti Ming. Peta dunia saat itu masih berupa sketsa kasar, dengan banyak wilayah yang belum dijelajahi atau dikenal oleh orang Eropa.

Semuanya berubah ketika Eropa memasuki era eksplorasi pada abad ke-15. Dimulai oleh Portugis dan Spanyol, kemudian diikuti oleh Inggris, Prancis, dan Belanda, mereka menjelajahi dunia, berdagang, dan akhirnya menjajah. Di Afrika dan Asia, mereka tidak hanya berdagang, tetapi juga mendirikan kekuatan politik dan militer. Pada abad ke-19, kolonialisme mencapai puncaknya. Hampir seluruh benua Afrika dikuasai oleh negara-negara Eropa. Momen penting terjadi pada tahun 1884 di Konferensi Berlin, ketika negara-negara Eropa berkumpul untuk secara resmi membagi Afrika tanpa berkonsultasi dengan penduduk asli. Garis perbatasan yang ditarik di peta sering kali memotong wilayah etnis, suku, dan bahkan kerajaan yang telah ada selama ratusan tahun.

Pembagian ini menjadi cikal bakal bentuk negara modern yang kita kenal sekarang. Di Afrika, perbatasan negara sering kali mengikuti garis lintang dan bujur, bukan batas budaya atau geografi alam. Negara-negara seperti Libya, Chad, dan Sudan memiliki perbatasan yang hampir sempurna lurus karena ditentukan secara politis oleh kolonialis. Di Timur Tengah, Perjanjian Sykes-Picot yang dirahasiakan antara Inggris dan Prancis pada tahun 1916 membagi Kekaisaran Ottoman menjadi zona pengaruh kolonial. Akibatnya, negara-negara seperti Irak, Suriah, dan Yordania terbentuk bukan karena kesamaan budaya, tetapi karena kompromi kolonial. Di Asia Tenggara, batas-batas negara seperti Indonesia, Malaysia, dan Papua Nugini ditentukan berdasarkan kontrol wilayah Belanda dan Inggris, bukan karena ikatan budaya.

Warisan kolonial ini tidak berhenti pada peta. Warisan tersebut berlanjut dalam bentuk konflik, ketidakstabilan politik, dan ketegangan etnis. Banyak negara di Afrika terdiri dari berbagai kelompok etnis dengan bahasa, agama, dan budaya yang berbeda, yang sebelumnya tidak pernah menjadi bagian dari satu entitas politik. Hal ini menciptakan konflik internal yang berlanjut bahkan setelah kemerdekaan. Dalam beberapa kasus, konflik ini berubah menjadi perang saudara, kudeta, atau bahkan genosida. Di Timur Tengah, perbatasan buatan sering menjadi akar ketegangan geopolitik yang belum terselesaikan hingga kini.

Saat ini, kita memandang peta dunia sebagai sesuatu yang permanen. Namun, pada kenyataannya, peta adalah hasil dari sejarah yang panjang, rumit, dan sering kali kelam. Kolonialisme tidak hanya menegakkan kekuasaan secara ekonomi atau militer, tetapi juga meninggalkan warisan berupa perbatasan nasional yang kita anggap wajar. Garis-garis yang pernah ditarik oleh orang asing dari balik meja masih menentukan nasib jutaan orang hingga saat ini. Memahami bagaimana peta dunia terbentuk bukan hanya soal geografi, tetapi juga tentang kekuasaan, identitas, dan warisan sejarah yang belum selesai.

Sejarah pembentukan peta dunia mengajarkan kita bahwa apa yang kita lihat sebagai “normal” di peta sebenarnya adalah produk dari keputusan manusia yang penuh kepentingan. Garis-garis perbatasan itu bukan hanya membagi tanah, tetapi juga membagi manusia, budaya, dan sejarah. Dengan memahami asal-usulnya, kita dapat lebih bijak menyikapi konflik dan tantangan global yang masih dipengaruhi oleh warisan kolonialisme tersebut.

Terbaru

  • jimpl.com: Alat Online Gratis untuk Melihat Metadata dan Data EXIF Foto
  • Kenapa Chromebook Tak Populer di Indonesia?
  • 10 Cara Menambah Followers Instagram Gratis di Tahun 2025: Strategi Lengkap
  • Cara Dapat Reward Telkomsel Prestige Gold 17GB
  • 5 Fitur Premium di ASUS Gaming K16 K3605VC, Laptop Gaming dengan Harga Terjangkau!
  • Inilah 6 SMA Swasta Terbanyak Masuk PTN dan Kampus Luar Negeri
  • Cara Didik Anak agar Disiplin dan Bertanggung Jawab atas Tindakannya
  • Apa itu Badan Otorita Pengelola Pantai Utara Jawa (BOP Pantura)?
  • Contoh Makalah K3: Apa itu Sertifikasi K3?
  • Cara Cek Bansos September 2025
  • Ini Jadwal Kereta Bandara Adi Soemarmo Agustus 2025
  • Apa itu Jabatan Fungsional Penggerak Swadaya Masyarakat Ahli Pertama?
  • Cagongjok: Budaya Memalukan Korea, Ketika Kafe Jadi Kantor dan Ruang Belajar
  • Pengertian Anomali Brainrot
  • Penemuan DNA Denisovan Manusia Purba Amerika
  • SpaceX Akan Luncurkan Pesawat Rahasia X-37B Space Force Amerika
  • Biawak: Antara Hama dan Penjaga Ekosistem
  • Ini Profil Komjend Dedi Prasetyo Wakapolri Baru
  • Fraksi PKB DPRD Pati Tetap Selidiki Dugaan Pelanggaran Kasus RSUD Pati
  • Fraksi PKB Kritik Penggunaan Anggaran Prabowo, Fokus pada Fasilitas Publik
  • Inilah Syarat Nilai Minimal Raport Pendaftar SNBP 2026
  • Kemendikdasmen Sangkal Isu PPG Guru Tertentu Tidak Ada Lagi
  • Ini Struktur Kurikulum Kelas 5 SD/MI Sederajat Menurut Permendikdasmen No 13 Tahun 2025
  • Ini Struktur Kurikulum Kelas 3 dan 4 SD/MI Menurut Permendikdasmen No 13 Tahun 2025
  • Inilah Struktur Kurikulum Kelas 3 dan 4 SD/MI Menurut Permendikdasmen No 13 Tahun 2025
  • Ilmuwan Colorado University Bikin Particle Collider Mini, Bisa Atasi Kanker
  • Inilah Susunan Upacara Hari Kemerdekaan RI 17 Agustus di Istana Negara
  • FAKTA: Soeharto Masih Komandan PETA Saat Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945
  • Materi Tes CPNS 2025: Fungsi dan Wewenang DPR/DPD
  • Cara Menjadi Siswa Eligible Daftar SNBP 2026 Terbaru!
  • jimpl.com: Alat Online Gratis untuk Melihat Metadata dan Data EXIF Foto
  • Kenapa Chromebook Tak Populer di Indonesia?
  • 10 Cara Menambah Followers Instagram Gratis di Tahun 2025: Strategi Lengkap

©2025 emka.web.id | Design: Newspaperly WordPress Theme