Jakarta, NU Online
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj mengatakan, umat Islam biasa meneladani Rasululullah dan ulama melalui maulid dan haul. Namun, pelaksanaannya berbeda. Jika Rasulullah diperingati hari lahirnya (maulid), maka ulama diperingati pada hari wafatnya (haul). Lalu apa bedanya?
“Kalau Nabi, lahirnya saja sudah membawa rahmat,” katanya saat menyampaikan pidato pada haul ke-6 almaghfurlah KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di halaman gedung PBNU Jalan Kramat Raya Nomor 164 Jakarta, Rabu (30/12) malam.
Saat nabi lahir, lanjut Kang Said, semua berhala cacat. “Coba lihat saja, berhala kuno di Mekah rusak. Di Mesir semuanya juga rusak. Jadi, hari kelahirannya sangat dimuliakan. Sebab, sejak lahirnya sudah membawa kebahagiaan bagi semua,” ujarnya.
Menurut Kang Said, Imam al-Bushiri mengatakan, walaupun sudah shalat dan beramal saleh, kita tetap wajib mengadakan maulid. “Kalau ada yang tidak senang maulid, tidak apa-apa. Biar pahalanya buat warga NU saja. Ini barang berharga kok,” ujarnya.
Sementara kalau kiai atau ulama, kata Kang Said, waktu lahirnya belum ketahuan apakah nanti menjadi orang baik apa tidak. Tapi setelah dewasa ulama ternyata besar sekali jasa dan andilnya bagi negara. Bahkan mereka sangat menentukan arah sejarah Islam di Indonesia. “Maka, layak hari wafatnya kita peringati,” tegasnya. (Musthofa Asrori/Alhafiz K)
Sumber: NU Online