Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan, sejarah pendirian NU pada 1926 lalu, kini seakan “terulang” kembali.

“Ketiga, tambah Menag, NU harus transparan dan akuntabel. Hal ini sangat penting bagi perkembangan NU ke depan,” tambahnya. Majma’ Buhuts An-Nahdliyyah adalah sebuah forum yang intens dalam mendiskusikan berbagai masalah ke-NU-an. Forum ini bertujuan memberi kontribusi nyata, agar ke depan, jama’ah NU bangga dengan jam’iyyah NU di satu sisi, sisi lain, NU sebagai organisasi, mampu mengejawantahkan aturan-aturan (Qonun Asasi) dalam bentuk nyata, sesuai dengan situasi dan kondisi saat itu, di wilayah tertentu. Forum yang diketuai oleh KH Muadz Thohir ini merupakan gagasan (alm) KH Sahal Mahfudz dan KH A Mustoga Bisri (Gus Mus). Majma’ mencoba memasyarakatkan jam’iyyah NU pada masyarakat luas. Dalam Halaqah yang akan berlangsung hingga 13 Desember ini, hadir beberapa pengurus teras PB NU, seperti KH Miftahul Akhyar, KH Yahya Tsaquf dan lain sebagainya. Hadir pula beberapa tokoh, seperti Ulil Absar Abdallah, Alissa Wahid, Gus Abdul Gofur Maemun, Gus Rozin, para kiai dari Jawa dan Bali, pengurus NU, baik provinsi maupun cabang. Menag yang lahir dari garba keluarga NU dan putra dari Sekjen NU (alm KH Saifuddin Zuhri) meyakini, bahwa salah satu keunggulan NU, selain jumlah warga yang besar, adalah NU mempunyai daya ikat yang sangat tinggi, jika dibanding dengan organisasi semacam. Menurutnya, SDM NU yang melimpah, jika diorganisir dengan baik, maka akan mampu ikut serta dalam pembangunan nasional. “Ke depan, semoga kita mampu memposisikan diri, baik sebagai hamba Allah SWT, maupun sebagai khalifah di muka bumi ini,” tutur Menag. Dalam kesempatan tersebut, Menag sedikit memaparkan RUU PUB dan pentingnya menjaga keseimbang kehidupan dunia dan akhirat. Red: Mukafi Niam Sumber: NU Online