Skip to content

emka.web.id

menulis pengetahuan – merekam peradaban

Menu
  • Home
  • Tutorial
  • Search
Menu

Pesantren dalam Kesusastraan Indonesia

Posted on April 6, 2012

Oleh Abdurrahman Wahid

Sebagai objek sastra, pesantren boleh dikata belum memperoleh perhatian dari para sastrawan kita, padahal banyak di antara mereka yang telah mengenyam kehidupan pesantren. Hanya Djamil Suherman yang pernah melakukan penggarapan di bidang ini, dalam serangkaian cerita pendek di tahun-tahun lima puluhan dan enam puluhan. Juga Mohammad Radjab, sedikit banyak telah menggambarkan tradisi hidup bersurau di kampung, dalam otobiografinya yang berjudul Semasa Kecil di Kampung. Walaupun demikian, karya dua orang penulis itu belum lagi dapat dikatakan berhasil mengungkapkan hidup kejiwaan di pesantren. Paling banyak karya mereka baru memantulkan nostalgia akan masa bahagia yang mereka alami semasa kecil dalam lingkungan pesantren.

Yang ironis, justru sebuah karya pendek yang berhasil menampilkan permasalahan kejiwaan pesantren. Karya itu adalah cerpen Robohnya Surau Kami, oleh A.A. Navis. Permasalahan cerpen ini, yaitu fatalisme yang melanda kehidupan beragama, adalah permasalahan tipikal pesantren. Walaupun latar belakang sosial yang disoroti adalah kehidupan kampung yang “biasa”, tetapi jelas sekali cerpen ini dipengaruhi corak kehidupan surau/pesantren di Sumatera Barat.

Sebaliknya, karya HAMKA Di Bawah Lindungan Ka’bah, justru tidak mengungkapkan kehidupan kejiwaan pesantren. Walaupun yang dikemukakan adalah cerita berlatar belakang kehidupan agama, tetapi tema pokoknya tidaklah demikian. Tema itu adalah mengenai kegagalan cinta dan usaha mengataasinya, dengan cara mengasingkan diri di Makah. Tema pengorbanan cinta adalah tema umum kemanusiaan, apa pun juga latar belakangnya. Dalam hal ini, karya HAMKA tersebut mengingatkan kita pada pengorbanan tokoh utama karya Andre Gide, La Porte Etroite. Dalam karya ini, tokoh Alissa mengorbankan cinta dengan jalan menjadi seorang biarawati.

Abstraksi-abstraksi yang Sukar Difiktifkan

Mengapakah sdikit sekali kehidupan pesantren digambarkan dalam kesusastraan kita? Ada beberapa sebab yang dapat dikemukakan untuk menjawab pertanyaan tersebut. Pertama, karena persoalan dramatis di pesantren berlangsung pada “taraf terminologis” yang tinggi tingkatannya. Soal abstrak seperti determinasi, (al-jabru), free destination, (iradah), intensitas ketundukan kepada Tuhan, dan sebagainya, sukar sekali dituangkan sebuah cerita fiktif.

Kedua, karena masih kakunya pandangan masyarakat kita terhadap manifestasi kehidupan beragama di kehidupan kita. Oleh Nurcholis Madjid pandangan ini dinamai sakralisme agama. Dengan demikian, naluri sastra dan elastisitas bentuk penceritaan tidak memperoleh jalan pelepasan. Kita masih ingat akan reaksi sangat keras terhadap Ki Pandji Kusmin, Langit Makin Mendung, beberapa tahun yang lalu.

Desakralisasi

Jika proses desakralisasi kehidupan beragama telah jauh berlangsung, sebenarnya manifestasi kehidupan beragama dapat menjadi medium sastra yang unik. G. K. Chesterton, misalnya, telah menyajikan kepada kita rangkaian kisah seorang pendeta detektif, Father Brown. Walaupun karya ini tidak dapat dianggap sebagai karya sastra yang serius, tetapi minimal ia telah telah menunjukkan betapa uniknya kehidupan bergama sebagai medium sastra.

Pada umumnya, medium yang digunakan adalah satire, seperti rangkaian novel Giovanni Guareschi di Italia pada tahun-tahun lima puluhan. Karya Guareschi itu melukiskan suka duka seorang pendeta kampung yang turut campur soal-soal politik lokal. Tokoh pendeta-politikus Don Carmillo ini begitu menarik perhatian, sehingga karya Guareschi tersebut terkenal tidak hanya di Italia saja, bahkan telah menjadi epik modern yang setara dengan ketenaran karya klasik Jaroslav Hasek, Serdadu Baik si Schweik.

Pada waktu Lurah Don Peppone, seorang komunis, tampaknya akan memperoleh kemenangan dalam sebuah pemilihan lokal, Don Carmillo menghadap pada patung salib Yesus di altar gereja boboknya. Menolak permintaan Don Carmillo agar Ia menyelamatkan kampung itu dari bahaya komunis, Yesus menjawab bahwa urusan politik bukan urusannya! Mungkinkah satire seperti ini diterbitkan di negeri kita dewasa ini, dengan tidak menerbitkan gelombang reaksi yang hebat?

Jangan Satire

Salah satu jalan untuk mengatasi kekurangan penggarapan materi pesantren dalam kesusastraan kita, adalah dengan mencari persoalan dramatis yang tidak mengarah pada bentuk satire. Dalam hal ini dapat dikemukakan contoh berupa karya seorang penulis Yahudi Amerika, Dr. Chaim Potok.

Potok menceritakan pergulatan Hari, seorang pemuda Yahudi dari sekte ortodoks, yang mempunyai seorang ayah rabbi terkemuka. Rabbi itu, dengan penderitaan luar biasa, harus melarikan diri dari Rusia dan pindah ke New York. Dalam kedegilan hati yang luar biasa, ia menentang setiap usaha untuk mengadaptasi hukum agama Yuda pada kehidupan modern.

Keagungan kepribadiannya digambarkan dengan sangat mengena oleh Potok: ketundukannya yang penuh pada ajaran agama, kejujurannya untuk membela nilai-nilai yang dijunjungnya tinggi, kasih sayangnya kepada jemaat yang dipimpinnya, dan kekerasan hatinya untuk melawan setiap “bujukan” untuk berkompromi dengan kehidupan modern di Amerika. Dalam dua karyanya, The Chosen dan The Promise, Potok menyajikan pergulatan yang khusus bersangkutan dengan sikap hidup beragama, secara serius dan penuh kecintaan.

Dalam karyanya yang ketiga, My Name is Asheerlev, diceritakan seorang pemimpin Yahudi dari sekte kolot, yang mempunyai seorang anak genius yang berbakat melukis. Padahal lingkungan sektenya tidak memperkenankan penuangan bentuk makhluk hidup ke dalam lukisan. Secara dramatis diperlihatkan bagaimana penderitaan batin sang ayah yang terjepit antara tugasnya kepada masyarakat, dan antara bakat anaknya yang begitu luar biasa.

Karena teknik penceritaan, pengetahuan bahasa, dan keindahan sastra yang bertaraf tinggi, drama tersebut menjadi sangat menarik perhatian bagi pembacanya. Pada pokoknya, Potok berhasil mengungkapkan dilema keagamaan yang universal bagi kita semua: bagaimana harus mempertemukan ketundukan pada nilai agama dengan kebutuhan hidup modern ini.

Potok mencapai hasilnya yang gemilang itu, dengan pujian dari para kritikus sastra yang terkemuka, karena ia menguasai persoalan yang digarapnya. Jelas dari ketiga karyanya itu bahwa ia mengalami sendiri kemelut yang digambarkannya. Dengan demikian, pesan yang hendak disampaikannya kepada pembaca tampak penuh kejujuran, bukannya gambaran tentang sesuatu sentimen murahan yang digarap secara cengeng.

Kalau ada juga sastrawan kita yang merasa terpanggil untuk menggarap kehidupan pesantren sebagai objek sastra nantinya, terlebih dahulu harus diyakininya persoalan-persoalan dramatis yang akan dikemukakannya. Tanpa penguasaan penuh, hasilnya hanyalah akan berisi kedangkalan pandangan belaka.

Artikel ini pernah dimuat dalam harian Kompas, 26 November 1973.

ABDURRAHMAN WAHID adalah Ketua Umum PBNU tahun 1984-1999 dan presiden keempat RI tahun 1999-2001. Ketua Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun 1983 yang akrab dipanggil Gus Dur ini lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940.

Selain sebagai seorang agamawan,Gus Dur dikenal kolumnis terkemuka dan penikmat sekaligus pengamat sastra dan budaya. Dalam wawancaranya dengan majalah Editor edisi No 15/THN. IV/22 Desember, ada satu cita-cita Gus Dur yang belum kesampaian, “Saya Ingin mengarang novel tentang keluarga besar Jombang. Tentang orang-orangnya, dengan desa-desanya, keislamannya,” ungkapnya.

Terbaru

  • Trik Instagram Stories 2025: Ubah Viewer Jadi Loyal Follower dengan Fitur Sederhana Ini
  • Turning TikTok into a Money-Making Machine
  • Cara Ekstrak Driver Intel RST/VMD dari setuprst.exe: Panduan Lengkap
  • Pixel 8 dan 8 Pro Akan Punya Kamera Baru Resolusi 10.2MP, Hasil Lebih Baik di Kondisi Redup
  • Inilah Trik Website Kalian Lolos Core Web Vitals dan Ranking Naik
  • YouTube TV Uji Coba Fitur Tonton Rekaman Pertandingan Olahraga NFL,NBA, MLB Terbatas
  • Aawi Wireless Dua Habis Stok, Model Android Auto Tunggal Masih Diskon
  • Samsung Akan Luncurkan One UI 8.5 dengan Inspirasi ‘Liquid Glass’ yang Memukau
  • XBox Game Pass PC Tidak Bisa Address GPU ke Game
  • Your Pocket-Sized Doctors: 3 Health Apps Changing the Game on Android and iOS
  • Waymo Bawa Teknologi ‘Liquid Glass’ untuk Mobil Otonom
  • Rumor Google Akan Update UI Besar-besaran Desember 2025
  • Gemini Akan Masuk di Android Auto, Mobil Jadi Lebih Smart!
  • OpenAI Bantah Rencana Pasang Iklan di ChatGPT Berlangganan
  • Kenapa Komputer Sangat Panas Saat Gunakan Fitur Virtualisasi Hyper-V?
  • Apa itu Bug React2Shell? Sudah Serang Lebih dari 30 Organisasi dan 77.000 IP Address
  • Google Store Black Friday 2025: Penawaran Spesial untuk Pixel, Nest, dan Lainnya!
  • Boxville 2 Gratis di Playstore, Plus Diskon Lainnya!
  • Cara Atasi Masalah Pembacaan Suara (Read Aloud) di Windows Copilot Tidak Berfungsi
  • Kementerian Kesehatan Inggris Akui Data Breach, Akibat Zero-day Oracle DB?
  • Google Akan Perkenalkan Autofill Google Wallet di Chrome untuk Pembayaran Lebih Mudah
  • Google Pixel Akan Perkenalkan Launcher Device Search Baru, Lebih Cepat dan Pintar
  • Hacker Serang Bug VPN di ArrayOS AG untuk Menanam Web Shell
  • Cara Menonaktifkan Error “ITS Almost time to restart in Windows”
  • Google Fi Mendukung Panggilan Telepon RCS Melalui Web, Lebih Mudah dan Efisien
  • Data Breach Marquis: Hajar Lebih Dari 74 Bank dan Koperasi AS
  • Google Search Akan Adopsi ‘Continuous Circle’ untuk Hasil Pencarian Terjemahan, Lebih Cerdas dan Kontekstual
  • Rusia Memblokir Roblox Karena Distribusi ‘Propaganda LGBT’
  • Google Gemini Redesain Web Total di Desember 2025, Fokus UX yang Lebih Baik
  • Apa itu Google Workspace Studio? Tool Baru untuk Pembuat Konten?
  • Trik Instagram Stories 2025: Ubah Viewer Jadi Loyal Follower dengan Fitur Sederhana Ini
  • Turning TikTok into a Money-Making Machine
  • Cara Ekstrak Driver Intel RST/VMD dari setuprst.exe: Panduan Lengkap

©2025 emka.web.id | Design: Newspaperly WordPress Theme