Tahlil 40 Hari KH Ahmad Warson Munawwir Krapyak
YOGYAKARTA - Hujan rintik telah menyapa tanah Krapyak sejak Sabtu senja. Namun, menjelang Isya, gerimis perlahan mereda meskipun tampak jelas jika air masih menggenangi jalan yang masih basah. Namun ini tak mengurangi semangat para jamaah untuk berdatangan memenuhi pelataran Komplek Q Pondok Pesantren Putri Al-Munawwir Krapyak.
Sabtu, 25 Mei 2013, kepergian Almarhum Almaghfurlah KH Ahmad Warson Munawwir memang telah genap 40 hari. Kepergian yang tentu saja meninggalkan duka yang luar biasa di hati siapa saja yang memiliki kedekatan dengan beliau. Sehingga, tidak mengherankan jika di antara tokoh-tokoh yang hadir malam Ahad itu ada yang datang dari luar kota.
Malam itu terlihat Prof Dr H Maksum Mahfudz (Ketua PBNU), KH. Drs. Abdul Rozaq Shofawi (Pondok Pesantren Al-Muayyad Mangkuyudan Surakarta), juga keponakan beliau, KH R Abdul Hamid Abdul Qodir (pengasuh PP Ma’unah Sari Bandar Kidul Kediri).
Sepertimana yang telah masyhur, Almarhum Pak Sun—panggilan akrab Almarhum Almaghfurlah KH Ahmad Warson Munawwir di kalangan santri-santri senior Krapyak—memang merupakan seorang tokoh yang luas pergaulannya. Sebuah laporan di media NU Online kita yang tercinta ini bahkan ada yang menuliskan betapa beliau juga aktif di bidang jurnalistik—sebuah ranah profesi yang mensyaratkan sikap mudah bergaul.
Tahlilan 40 hari kepergian Almarhum Almaghfurlah dimulai tepat pukul 20.30 WIB dengan pembacaan Surah Yasin yang dipimpin oleh KH Abdul Hamid Abdul Qodir, dan kemudian dilanjutkan dengan bacaan tahlil yang dipandegani oleh KH M Najib Abdul Qodir. Selanjutnya,
KH Abdul Rozaq Shofawi memimpin pembacaan doa penutup, sebelum Akhirnya KH Habib Abdus Syakur (Pondok Pesantren Al-Imdad Pandak) didapuk untuk menyampaikan sekelumit manaqib kepergian Almarhum Almaghfurlah KH Ahmad Warson Munawwir.
Dalam riwayat yang ia sampaikan, Habib—salah seorang santri beliau—menyebutkan betapa jasa dan pengabdian Almarhum Almaghfurlah KH Ahmad Warson Munawwir benar-benar telah dirasakan manfaatnya. Bukan hanya karya masterpiece beliau, Kamus Al-Munawwir, yang banyak digunakan hingga ke beberapa negara tetangga, tapi juga ilmu-ilmu lain. Terutama menyangkut metode dan pendekatan beliau dalam menyampaikan dan menularkan ilmu-ilmu tersebut.
Rabbi fanfa’naa bibarkatihi wa ihdinaa al-husnaa bihurmatihi.
Sumber: NU Online